Label:

Akhir-akhir ini saya sering menyalakan radio dan mendengarkan kajian Islam yang disiarkan radio tersebut terus menerus, maklum mereka menjadikan radio ini sebagai radio dakwah. Jadi sambil kita beraktivitas sambil mendengar kajian atau tilawah Al Qur'an.

Anak-anak bermain seperti biasa, mereka tak terpengaruh dengan radio ini, tak merasa terganggu juga tentu saja tidak merasa tertarik, kan mereka belum ngerti pada apa yang dikaji.

Tapi ternyata jangan salah, walau terkesan radio ini tidak nyambung dengan mereka, ternyata mereka rekam juga.

Akmal dan Hanif seperti biasa, main, robot-robotan, bikin kado-kadoan, segala macam rupa deh permainannya, lalu tibalah Mas waktunya makan siang. Akhirnya sambil makan siang mereka ngobrol. Entah bagaimana awalnya, karena saya juga sedang setrika, nggak begitu memperhatikan, Akmal jadi bergaya seperti seorang ustadz, nada bicaranya plek keteplek nada ustadz di radio, begitu pula topik pembicaraannya.

"Jadi Nif, semua yang ada di dunia ini, ciptaan Allah SWT, jadi Allah itu Maha Besar, De, Besar sekali"

"O, gitu ya mas"

bla...bla..bla

" Iya, jadi nanti kita itu harus bermanfaat, kita harus bisa bikin robot transformer untuk mempertahankan negara ini, kalau bisa lebih hebat lagi dari transformer"

"untuk melawan musuh-musuh ya, mas?"

"Iya, negara lain dah maju De, kita harus menjadikan negara ini maju" (ooo itu maksudnya mempertahankan,saya mengangguk-angguk sambil setrika)

"Nanti De ada hari kiamat, bumi berguncang-guncang, gempa semua hancur"

"Bentar Mas. Hanif mau ngomong"

"Iya De"

"Gempa itu nggak berhenti-berhenti ya?"

"Emh, gempa berhenti De, tapi susah berhentinya"

"Tapi jangan takut De, sebelum hari kiamat orang-orang sholeh dah dimatikan dulu oleh Allah SWT, jadi nggak lihat kiamat, makanya harus jadi orang sholeh, jangan ada dosa-dosa itu"

"Bentar mas, Hanif mau ngomong"

"Iya De"

"Kenapa orang sholehnya dimatikan Allah?"

"Memang dimatikan De, bukan untuk menyakiti, tapi untuk menyelamatkan,nanti kita kalo dah mati, pahala nya dihitung kalo pahala kita seratus...seribu...kita masuk surga de"

"Pahala itu De, bintang dari Allah"

"Jadi De, kalo kita salah sama teman, kita harus minta ma'af"

"Kalo temannya nggak mau minta ma'af gimana, kaya X, waktu itu gak mau minta ma'af"

"Kalo teman kita nggak mau minta ma'af,kitanya aja De yang minta ma'af, kita nanti dapat pahala)

"Kalo kita salah nggak minta ma'af De, nanti pahala kita habis dipakai sama orang yang disakiti"

"Kita juga tidak boleh mematikan, yang hanya boleh dimatikan domba, kambing, sapi, unta (wah semuanya hewan kurban_red) ikan juga boleh buat digoreng" (topik terakhir ini sepertinya berkaitan dengan materi ustadz di radio itu tentang tidak boleh hukumnya, haram seorang muslim membunuh muslim lainnya. Orang muslim yang membunuh orang kafir saja tidak akan mencium bau surga)

Banyak banget yang mereka dialogkan, nggak cukup kuat deh memori ibunya untuk bisa menuliskan semuanya.

Hua, terharu deh...seperti ngeliat seminar tunggal (kayak konser tunggal gitu),narasumbernya tunggal anak 7 tahun, pesertanya juga tunggal 3,5 tahun. Nggak nyangka Akmal menyerap ilmu sedemikian filosofis seperti itu. Nggak nyangka juga Hanif, bisa bertanya layaknya murid seperti itu.

Alhamdulillah pertolongan Allah, yang sudah menjaga anak-anak ini.
Ketika menyaksikan kekuasaan Allah seperti ini, kita merasa kecil sekali. Pendidikan dan pengasuhan yang tak seberapa, bisa berbuah manis seperti ini. Kalo hitung-hitungan kemampuan manusia saja jelas tidak mungkin.

Anak mudah sekali merekam apa yang ada disekitarnya. Sering tidak kita sadari. Mereka benar-benar peniru ulung. So, tinggal pilihan kita mau menyuguhkan tontonan apa? cuplikan perilaku seperti apa?

Label:

Tulisan ini niat nulisnya dah lama, tapi karena kepotong episode gubraaggs, jadi baru sekarang deh.

Episode wise mom, ini saya dapet ketika pertemuan orangtua menjelang UAS semester I. Hiii UAS, istilahnya ya...istilah zaman kita kuliah. Jadi pas dikumpulin tuh berasa sayanya yang mau ujian. Apalagi dipresentasikan batas nilai minimum tiap pelajaran. Adanya remedial kalo gagal,halagh jadi inget zaman SMA sering ikut remedial, hampir tiap pelajaran, hiks. Sekarang membayangkan Akmal akan memasuki dunia yang penuh dengan "kekerasan" seperti itu. Duh, Hiperbola sekali ya ibu yang satu ini:)

Bener, nggak pernah kebayang sebelumnya akan mengalami acara-acara seperti ini, membicarakan ujian akhir anak kelas 1 SD seserius ini. Yang terbayang tadinya,kalo kelas 1 masih main-main aja, santai-santai gitu, nggak ada tuntutan-tuntutan. Gimana nggak stress kalo kompetensi yang diharapkan tinggi banget, kurikulum padet banget, tapi gurunya? belum bisa memformulasikan bagaimana mengantarkan kurikulum padat itu ke fun learning yang bisa mencapai kompetensi tinggi seperti yang diharapkan kurikulum.

Jadi yang kejadian adalah guru menyelenggarakan fun learning, anak seneng, Alhamdulillah, tapi tujuan kurikulum yang tinggi tidak tercapai di sekolah. Ujian tetep pake standar tinggi itu, so kita,orangtua mau gak mau ngupgrade kemampuan anak di rumah,kalo pengen nilai anaknya bagus. Nilai anak bagus motifnya juga sebenernya kalo saya bukan ke masalah prestasi akademik, tapi masalah perkembangan psikologis anak. Anak usia SD gini kan lagi tahap industri vs inferiority. Makin sering dia berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik, makin PD lah dia kelak, dan makin sering dia gagal, jadilah kelak dia pribadi inferior. Kepengennya sih kurikulumnya diturunin, tapi apa boleh buat dah terlanjut masuk ke sini. So, ngos-ngosan ngajarin anak dengan bahan UAS sebanyak itu. Sekitar 5 BAB, dengan anak kondisi awalnya blank. Mules euy, pengen fun learning juga jadi susah.

Nah di acara itu, seperti biasalah kita sebagai orangtua bertanya, konfirmasi atau komplen. Aura-aura kecemasan orangtua begitu nyata. Aura-aura ambisi orangtua juga nyata banget. Di detik-detik terakkhir pertemuan, seorang ibu mengangkat tangannya,mohon izin bicara. Ibu ini dari tadi belum ikut berdialog, baru kali ini beliau bicara.

Ibu ini bicara dengan terbata-bata, sepertinya banyak yang ingin dia ungkapkan, ia sedang mengatur kata yang pas. Ekspresi mukanya tegang, duh mau komplen apa nih?

Akhirnya keluar juga kata-kata beliau: "bapak, ibu terima kasih atas bimbingan bapak-ibu guru, anak saya kalo adzan terdengar langsung pergi ke mesjid, kebetulan mesjid depan rumah, dan yang membuat saya terharu kemarin dari pengeras suara mesjid terdengar suara anak saya yang sedang berdo'a. Saya terharu sekali. Jadi saya sangat berterimakasih, terlepas dari permasalahan akademik yang dialami. Sekali lagi terima kasih"

Nyes, seperti ada tetesan embun di hati ini, bayangkan saja selama dua jam pertemuan, tidak ada satupun pernyataan positif dari orangtua, apalagi berterima kasih pada guru. Yang lebih nyes lagi, saya tahu banget bagaimana kondisi akademis putra ibu tersebut. Banyak nilainya yang masih jauh dari bagus. Nilai 7 yang saya suka anggap sebagai nilai perbatasan,oleh ibu ini dinilai bagus, dan nilai di bawah 5, seperti tidak terlalu dicemaskan. Dia maklum karena dia merasa sebagai ibu bekerja tidak sempat mengajari anaknya di rumah (kok nggak komplen ya, harusnya kan tidak begitu, harusnya kan anak bisa dapat banyak dari sekolah).

Wah kalo saya jadi ibu ini, saya dah komplen habis-habisan, tappiiii ibu ini malah berterima kasih. Ibu ini malah fokus pada hal yang positif, yang sudah dicapai. Hua...jadi terharu, jadi teringat bahwa banyak hal yang positif yang sudah Akmal capai juga. Sama seperti putra Ibu tersebut, kalo tiap adzan Akmal selalu ke mesjid bersama adiknya, berdua saja karena kebetulan mesjid depan rumah. Sholat dengan khusyu dengan membaca bacaan sholat dengan tenang. Hmmmm, kenapa saya tidak fokus ke sini. Panik...panik dan panik terus dengan urusan akademiknya. Padahal tujuan saya memasukkan anak ke SDIT awalnya juga hanya ini: pengkondisian. Memasukkan anak ke lingkungan yang mengkondisikan dia selalu teringat pada Allah SWT.

Wise Mom, benar-benar deh, salut,dan kapan saya bisa seperti ini?

Label:

Kemarin adalah hari pertama penyelenggaraan Taman Pendidikan Al Qur’an Cimanggis Greesn Residence I. Sebenarnya TPA ini sudah pernah diselenggarakan sebelumnya, hanya berlokasi di rumah Bunda Azka atau Ibu Dian, dan kemarin kala pertama TPA ini diselenggarakan di mesjid (karena mesjid baru saja selesai), so berasanya lebih resmi gitchu.

Walau kondisi kesehatan sedang kurang prima, jadi agak low bat, tetep TPA ini saya niatkan untuk jadi dilaksanakan. Apalagi melihat Akmal dan Hanif yang sudah semangat dan bertanya-tanya dari pagi, jam berapa TPA mulai. Begitu jam 3 mereka dah niat mandi, supaya siap TPA tepat waktu, tapi karena adzan Ashar sudah terdengar, niat mandi ditunda dulu. Akmal dan Hanif ingin sholat Ashar dulu di mesjid. Sepulang dari mesjid, mereka langsung mandi.

Tak lama kemudian, datang dengan semangat sekali, Sarah bersama Nina dan diikuti adiknya Sarah_Hafsah yang digendong Ummi. Sarah terlihat sangat ceria, begitupun Nina. Duh, melihat anak-anak ini semangat, jadi ikut semangat juga. He3 kebalik ya, kok ibunya yang mencontoh anak-anak

Akmal dan Hanif memanggil Azzam. Ternyata Azzam masih siap-siap. Kemudian Akmal dan Hanif menjemput Adit, ternyata Adit masih tidur. Mereka bingung karena kebanyakan yang ikut TPA anak perempuan, kugoda aja supaya mereka nyamar jadi anak perempuam, pake jilbab. Eh, Akmal menjawab: kan dalam Islam nggak boleh bu, laki-laki niru-niru perempuna. Hmmh, anak-anak sekarang, kecil-kecil dah berilmu.

Menuju mesjid, melihat Lala, langsung saja saya ajak ikut TPA. Alhamdulillah langsung mau. Hebat sekali anak-anak CGR I ini Alhamdulillah. Lala saya titipi untuk mengajak Najwa, Nadia, Nuha, Gian, dan Abi. Lala mengangguk-ngangguk, trus dia bilang “tapi Abi belum bisa ngaji”, saya jawab “nggak apa-apa, Hanif juga belum bisa!” Eh kita teriak-teriakan loh, soalnya Lala posisinya di depan rumah Nuha, dan saya di depan rumah Adiya, ah nggak pa2 ya…biar seru!

Sampai di mesjid. Sarah dan Nina sudah di sana, siap-siap sama Ummi dan Hafsah gelar tiker. Ummi Sarah dan Hafsah udah pasti satu paketlah. Baru duduk, Hanif dah tanya,”bu, bawa bekel nggak?” Yah, begitulah Hanif, setiap sampe ke tempat baru, dia pasti nanya makanan.

“Sarah nyamper Gian ya? Tadi Lala dah mau. Eh coba deh samperin dari Adit, Najwa, Nuha, Gian sampe Abi ya?” Eh, Sarah mengiyakan loh, Subhanallah, ya? Semangat sekali. Akmal diminta mengikuti Sarah dan Nina, tapi Akmal biasa lagi dateng M (males) nya, halangan deh dia…he3. Jadi cuman Sarah dan Nina yang bergerak. Hanif melanjutkan rengekannya mencari makanan

Sarah dan Nina datang bersama Safa, Danis. Lalu Lala datang bersama Nuha. “Gian kemana?” “lagi sakit” kata mereka bersamaan. Wah, sakit apa ya? Hanif terus merengek, ya sudah saya dan anak-anak pulang dulu ambil makanan.Sampe di mesjid ternyata TPA sudah dimulai, dengan membaca Al Fatihah dan do’a sebelum belajar. Hanif saya bujuk untuk ngaji dulu, makannya nanti aja di luar mesjid, khawatir mengotori mesjid, melihat TPA dah mulai Hanif tidak bersedia.
Karena Akmal dan Hanif baru datang, Ummi berkata sebaiknya Al Fatihah dan do’anya di ulang. Ternyata Anak-anak mau aja tuh, Subhanallah ya, betapa semangat dan bening hati anak-anak.

Lalu anak-anak dikelompokkan berdasarkan usia dan kemampuan ngajinya. Dan dilihat dari kelompoknya lalu ditentukanlah pengajarnya. Caranya dengan mengusahakan setiap anak belajarnya tidak bersama ibunya, biar mandiri. Ternyata Matching, Pas.

Akmal, Lala, Nuha bersama Ummi (Umminya Sarah)
Safa, Sarah, Nina bersama Ibu (Ibunya Akmal)
Hanif, Azzam, dan Danis bersama Bunda (Bundanya Safa)

Alhamdulillah, lancar. Anak-anak semangat belajar, demikian pula dengan Ummi, Ibu dan Bunda.
Ternyata cepet juga belajar ngaji, menulis, dan hafalan. Masih ada waktu, mau apa lagi ya. Save by the Bell: Bunda Masada datang! Alhamdulillah. Bu guru datang, langsung ditembak deh, diminta dongeng dan ngajarin nyanyi. Alhamdulillah Bunda bersedia. Senangnya. Karena tadinya saya yang diminta dongeng, sayangnya saya lagi nggak fit, jadi lagi nggak ada ide. Berasa terselamatkan deh he3

Eh Abi datang bersama ibunya, senangnya, tapi Abi belum siap, masih belum On, hari ini Insyaa Allah ya Abi mulai ngaji

Begitu denger Bunda Masada mau dongeng, langsung deh Bunda dikerubutin…kaya gula dicari semut he3, maklum ya guru dari semut2… Subhanallah deh Bunda Masada, dongengnya menarik dan atraktif, plus sabar….mendengar celetukan atau jawaban anak-anak yang sering nggak nyambung, ha3.

Alhamdulillah ngaji, nulis, hafalan, dongeng dah selesai, ditutup menyanyi Nama Malaikat dan Rukun Islam. TPA kali ini ditutup dengan mengucapkan Hamdalah dan do’a Akhir Majlis.

Riang, gembira belajar di TPA kemarin. Alhamdulillah, semoga hari ini lebih bersemangat lagi.
Buat temen-temen yang belum ikut, cepet gabung deh, Insyaa Allah selalu menyenangkan.

Label:

Duh gubrags banget nih bulan ini, bulan dengan berbagai ujian. Anak-anak aja ada ujian akhir semester ya, apalagi kita yang udah deket-deket akhir kehidupan...

Ujian pertama: Komputer Ngehang + speedy mati
Sepele, terkesan ecek-ecek tapi ngenganggu banget soalnya komputer saat ini menjadi benda kesayangan. Karena dengannya aku bisa nulis, cari info, cari ilmu,cari teman dan tentu saja cari duit.He3! Kerusakannya jadi bikin aku BT banget. Eh udah gitu jejak kerusakannya diikuti oleh speedy, dah lengkap banget deh rasanya.

Hmmmh, dalam setiap ujian pasti ada pelajaran. Merenung...merenung, ya, akhir-akhir ini aku merasa sudah naik status jadi "addict" dengan yang namanya OL alias online. Ada waktu senggang langsung OL, chatting berlama-lama, browsing, ah sagala rupa sampai melebihi kuota waktu yang ditetapkan. Saking santainya OL, banyak yang terheran-heran, kok bisa OL berlama-lama. Akhirnya mungkin banyak yang terbengkalai, urusan anak, suami dan diri. Sadar...sadar...mohon diampuni atas segala kesalahan.

Menata diri lagi, menata waktu, membaca buku, eh kok jadi nikmat:) Setelah semua terasa nyaman kembali, mulai deh merajuk kepada misua tercinta untuk memperbaiki komputer, sedangkan masalah speedy aku selesaikan sendiri dengan mengontak 147. Urusan speedy langsung beres, petugas telkom langsung datang dan memperbaikinya. Tinggal misua nih, yang kurang semangat mengoprek-oprek, yah diriku pasrah sajalah. Sempet tergoda untuk membeli laptop baru saja, tapi ngitung-ngitung manfaat dan dalamnya dompet yang harus kugali...ah tidak deh karena prediksiku komputer masih bisa diperbaiki dengan budget yang jauuuh banget dari beli baru, kebutuhanku juga masih dipenuhi dengan komputer lawas ini, hik.

Sambil menikmati rutinitas yang lain. Setelah beberapa weekend terlewati begitu saja (padahal ngarep-ngarep kalo weekend beliau membereskan urusan komputer ini), akhirnya dia menemukan penyebabnya (dengan cepat) setelah ada keinginan mengoprek dengan serius. Pffh kenapa juga mesti menunda-nunda...ah sudah...sudah...maklum saja:)

Akhirnya komputerpun sudah prima kembali, dan ternyata untuk memulai kembali aktivitasku seperti semula perlu energi besar sekali, ditambah lagi alasannya karena ujian lain di bulan ini:(

Ujian kedua: asisten menyita pikiran
Asisten adalah sebutanku untuk pihak yang membantuku dalam urusan teknis rumah tangga. Setelah mengalami berbagai kesulitan ketika memiliki asisten yang menginap. Saya coba asisten yang pulang pergi. Usianya sudah cukup senior, sudah punya cucu. Sempet ragu-ragu di awal karena biasanya kalo sudah berkeluarga begitu, bermasalah di masalah finansial, dan buntutnya suka cash bon, tapi ya sudahlah coba saja dulu.

Awalnya jobdesknya hanya setrika saja, tapi karena ternyata diriku ngos-ngosan beberes dan mencuci (mungkin karena baru pindah), akhirnya kutawari penambahan jobdesk dan tentu saja penambahan salary. Jobdesknya jadi full, beres-beres, cuci,setrika. Dilakukan dari pagi sampai selesai, kalo dah selesai dia bisa langsung pulang. Awalnya dia santai, lama-lama dia terkesan buru-buru bayangkan dengan jobdesk demikian dia bisa selesaikan dalam 2 jam saja, gak ada ngelap-ngelap, atau nata2 apa. Ya akhirnya saya maklum sajalah, tapi dasar penyakit yang punya asisten, untuk turun ke lapangan rasanya males sekali. Jadi ada pikiran kalo dah bayar orang ngapain diriku susah. Akibatnya rumah lebih terlihat sering berantakannya daripada rapinya.

Tetangga-tetanggaku yang cukup perhatian pernah mengungkapkan keheranannya, kenapa saya mau-maunya gaji orang yang pekerjaannya, berdasarkan pengamatan para tetangga kurang kualified. Tapi saya pikir punya asisten cuman buat back up,jaga-jaga kalo aku sakit, atau anak-anak sakit, secara saya di depok pendatang, kalo ada apa-apa mau minta tolong ke siapa.

Tapi ternyata asistenku kali ini terlalu memanfaatkan "kebaikanku', lama-lama dia minta kesabaran lebih, mulai sering nggak datang,ada saja alasannya. Awalnya saya maklum, karena alasannya reasonable. Di sisi lain karena dia sering tidak datang, sayapun jadi sering turun lapangan. Ternyata kok rumah lebih kinclong ditangani sendiri dan ternyata kok tidak terlalu cape, masih sempet Ol, masih sempet nemenin anak, masih sempet packing-packing pesanan.

Sampai akhirnya masalah bertambah karena kebiasaannya cash bon jadi intensif, dan puncaknya adalah ketika di permintaannya yang terakhir ini, jumlahnya cukup besar bagi saya. Dengan kualitas kerja yang demikian dan dengan permintaan pinjaman uang yang demikian besar, saya jadi berpikir untuk memberhentikannya. Tapi bingung mau rasanya kok tidak manusiawi,lagi susah gini masa menghilangkan pekerjaan oranglain. Konsul dulu deh ke teman-teman yang saya anggap paham Islam dengan bagus, ya ikhtiar aja. Dari masukan yang ada ya apa boleh buat dengan pertimbangan-pertimbangan yang ada akhitnya diputuskanlah untuk memberhentikan asisten ini, dengan disertai pemberian gaji dan pemberian bantuan, karena nggak tega aja. Alhamdulillah, ternyata reaksinya biasa-biasa aja, nggak ada wajah kaget,shock, atau sedih. Mungkin kata bapakku dia juga dah pengen berhenti kerja. Iya juga ya, duh ngapain atuh aku kemaren pusing-pusing, secara dia juga mungkin nggak betah. Ya, dia suka cerita kalo pengen kerja di tempat yang gajinya lebih tinggi dan bisa dapet pinjaman uang. He3 dia nyesel kali ya punya majikan kere. Padahal salarynya dah di atas standar para tetanggaku, kerja juga cuman dua jam, yah namanya manusia ya.

Alhamdulilllah nikmat juga ternyata mengurus pekerjaan rumah tangga ini, apalagi disertai ilmu yang cukup setelah membaca salah satu buku Yusuf Qurdowi tentang tugas-tugas istri dan ibu. Ya selama hati ikhlas, ternyata tugas-tugas ini bisa dikerjakan dengan santai saja tanpa beban dan tanpa stress. Apalagi ditambah suami sangat membantu. Duh, Ayah dirimu tambah mature saja. Di saat gubrakan ketiga terjadi, dirimu benar-benar luar biasa. I L.v. y.o lah... (sensor ah)



Ujian ketiga, Hanif Masuk Rumah Sakit
Ketika saya memutuskan untuk memberhentikan asisten,sebenarnya Hanif dan saya sudah ada gejala akan sakit. Suhu badan Hanif meningkat, dan saya merasa pusing dan tidak enak badan. Dua hari panas tinggi. Tapi bismillah saja, karena meneruskan assisten ini rasanya sudah tidak memungkinkan.

Seperti biasa awalnya aku hanya memberi madu + habbatussauda. Biasanya kalo flu-flu biasa ditangani dengan cara begitu, hanif dah bisa sembuh. Tapi kali ini Hanif tampak kesusahan sekali,lemes, tak semangat. Wah feeling niy bukan sakit biasa. Karena panas banget sampe 39 dan hanif dah mulai ngigau, saya beri parasetamol, besoknya suhu badan dah ok. Dah lega, berarti panasnya cuman 1 1/2 hari. Tapi kok hanif tetep lesu dan sakit di bagian perut, jangan-jangan tipes, tapi malamnya suhu normal, cuman hanif seperti gelisah.

Subuhnya, hanif muntah-muntah semua yang masuk dikeluarkan lagi. Karena muntah terus-terusan kita memutuskan untuk membawanya ke UGD. Masalahnya UGD mana ya? Karena kita baru pindah ke sini, mau ke Hermina, rasanya terlalu jauh, apalagi kondisi Hanif yang muntah-muntah. Ada feeling, Hanif akan diminta di rawat, soalnya ada tetangga juga muntah-muntah lagi dirawat. Mempertimbangkan berbagai kondisi, termasuk tidak adanya asisten, yang otomatis harus dekat dari rumah biar kalo mondar mandir RS - rumah mudah, kami pilih RS Swasta X terdekat. Di UGD kami dilayani dengan baik,walau terkesan lambat, tapi nggak terlalu masalah. Benar feeling saya, hanif diminta rawat inap. Walau hanif tidak panas, ada indikasi dehidrasi, saya nurut saja daripada ambil resiko. Sayangnya waktu itu karena saya juga sakit, nggak bisa terlalu konsentrasi, hanya pilih kelas saja, lalu selanjutnya suami yang urus, tidak terpikir untuk pindah rumah sakit, untuk pilih dokterpun tidak terpikir. Bener-bener kondisi saya sedang tidak fit, low bat.

Proses pasang infus, tenyata berjalan mulus, Hanif nggak nangis sama sekali, luar biasa anak ini. Mature...Karena proses pasang infus nggak masalah, saya dah sreg aja deh sama RS ini.

Lagi mikir-mikir gitu, lagi sendirian saja nunggu hanif, saya disuruh ke lab, ngurus pemeriksaan darah hanif, saya heran, bukannya dah ngasih jaminan ke rumah sakit dengan jumlah yang tidak sedikit, biasanya semua dah All in, jadi kita bisa konsentrasi ke anak. Sempet bertanya, tapi diyakinkan suster, kalo saya harus urus dulu. Sampe lab, saya baru nyadar nggak bawa uang sepeserpun, ya, saya berangkat buru-buru, dan terbiasa dengan sistem asuransi yang bikin nggak kepikir mesti bawa uang ke rumah sakit. Tanya lagi deh, apa nggak termasuk uang yang dah saya simpen di rumah sakit,dijawab tidak, haduh, bingung...mana suami dah pulang...mana hanif ditinggal di UGD sendirian. Telp suami minta balik lagi...suami yakin kalo dah include uang jaminan, akhirnya saya tanya kasir. Ternyata kata kasir, ya bu, dah include. Haaaa rasanya pengen....dezig...dezig. Segera deh ke lab, nunjukkin kwitansi yang dah dicap kasir. "Oh, bisa ya bu" Heuuh, saya cepet-cepet balik ke UGD, pffh syukurlah Hanif, dia anak yang sabar, nggak ngeluh ditinggal ibunya.

Lammma sekali menunggu ruang disiapkan, membandingkan dengan kesigapan suster di Hermina waktu Hanif rawat inap di sana, jauhlah, tapi lagi-lagi saya tidak mempermasalahkan, mungkin karena saking ruwetnya saya memikirkan manajemen rumah tangga kala kondisinya seperti ini, plus badan yang makin berat aja terasa tidak enaknya, membuat saya pasrah.

Akhirnya kamar siap, dan Hanif saya gendong dengan memegang infusannya, dan dengan atribut bawaan ke rumah sakit seadanya tapi lumayan ribet, dibantu seorang perawat pria. Lumayan cape...sampe ruang rawat saya surprise karena suasananya berbeda banget dengan Hermina, lebih rame, terlihat banyak orang berbaju putih, yang akhirnya saya tahu mereka dokter coas. Saya baru tahu kalo di RS Swasta ada dokter koas seperti ini. Terus terang rada trauma dengan dokter coas. Pernah punya pengalaman buruk waktu Akmal DB di bandung, di rumah sakit negeri di sana, ditangani oleh sekelompok dokter coas, pasien bagaikan kelinci percobaan. Berusaha mendelete pengalaman buruk itu. Kondisi Hanif membaik, secara sudah tidak dehidrasi. Berharap bisa cepet pulang.

Ternyata menjelang malam, Hanif susah makan, suhu badannya naik. Orang yang masuk ke ruang rawat berganti-ganti, bukan hanya suster, tapi juga dokter coas. Jadwal pemberian obat panas yang terakhir jam berapa, selalu ditanyakan kepada saya. Saya cukup heran, bukannya mereka yang harusnya tahu, kan ada catatannya. Saya mulai stress dan panik, ganjil dengan pelayanan di RS ini. Pemberian sanmol bisa 3 jam sekali, tanpa selang-seling dengan obat penurun panas lainnya. Saya awam tentang kesehatan tapi tidak lugu dan awam banget, tapi hal ini malah bikin saya was-was. Urine diambil, tanpa kita tahu itu keputusan siapa. Pengalaman menemani anak di RS Hermina dan Bunda, membuat layanan RS ini terasa ganjil sekali, kalo di Hermina atau Bunda, semua decison tindakan kita tahu itu adalah keputusan dokter, hasil konsultasi by phone.

Sempet terpikir untuk pindah rumah sakit, tapi akhirnya saya putuskan untuk menunggu visit dokter yang ternyata tak datang-datang. Ternyata di rumah sakit ini, visit hanya satu, dokter spesialis, tidak ada visit dokter jaga. Hal ini bikin kesel juga, soalnya panas hanif belum ada perbaikan. Menjelang sore, Alhamdulillah panas hanif saya amati ada kecenderungan turun, tapi entah kenapa suster terus saja menjejali obat penurun panas, padahal suhu sudah 37,5.

Dokter datang jam 8 malam,sungguh penantian yang panjang kao anak lagi panas begini. Nggak kebayang kalo misalnya sakit penyakit yang dah jelas membahayakan jiwa, duh jangan dirawat di sini deh. Dokter datang dengan didampingi sekelompok dokter coas. Pemandangan seperti ini pernah bikin Hanif nangis, waktu pemeriksaan pertama di rawat inap. Hanif yang biasanya nggak rewel kalo diperiksa dokter, kaget melihat dokter datang kaya pasukan perang, apalagi ditambah Hanif dipaksa dibaringkan untuk diperiksa, pemeriksaan tampak terburu-buru, tidak ada komunikasi. Di pemeriksaan kedua ini Hanif sudah kami siapkan, ia sudah tenang,walau dokter datang berkelompok, dokter memeriksa dan dokter tidak bilang apa-apa, kecuali kita tanya. Setelah kita tanya barulah kita tahu kalo dari urine ada infeksi, berarti infeksi kemih, Hanif boleh pulang setelah kondisi suhu badan stabil

Karena kurus dengan BB jauh dibawah normal, dokter menduga kuat Hanif kena TB, dan ia minta Hanif di test mantoux sebelum pulang, saya mengiyakan saja, walau sebenarnya dalam hati keberatan kalo Hanif di screening dalam kondisi kurang fit di sini, dalam pikiran saya yang awam, takutnya hasilnya nggak valid.

Alhamdulillah Hanif pulang. O,ya hikmahnya dari episode Hanif masuk rumah sakit, plus sakitnya saya, plus tidak adanya asistem adalah Ayah menjadi sangat matang, dan mandiri. Ayah jadi bisa mencuci, menstrika dan menanak nasi. Tidak mengeluh dengan pekerjaan rumah tanggga, dan sangat Helpfull....wuiii layak dapat Award: Suami dan Ayah teladan lah pokoknya, Alhamdulillah kami bisa melewati ini semua tanpa asisten dan tanpa merepotkan keluarga terdekat.

Gubrakan keempat: Berikhtiar Mencari Diagnosis yang Tepat.
Tiga hari setelah test mantoux, saya dan hanif kembali datang ke dokter SpA X ini. Saya tenang saja karena Hanif dah dua kali test mantoux dengan hasil negatif, karena tak ada bentolan atau kemerahan di lengannya, dan kali inipun demikian. Tapi ternyata dokter ini punya cara membaca mantoux yang berbeda. Ia arsir lengan hanif di buletan bekas mantoux, dengan menggunakan ballpoint dan menekan lengan hanif. Hanif kesakitan, tapi saya nggak bisa menolak, sambil mikir, ni dokter lagi apa. Setelah selesai mengarsir, dokter bilang, ini positif bu. Wah, saya langsung bengong. Ooo, selanjutnya dokter mengatakan,untuk mengambil foto paru dan test darah. Saya hanya mengiyakan, tapi lalu saya teringat kalo saya mungkin tidak membawa cukup uang,dan juga tidak membawa kartu debet dan bertanya apa bisa rotgen dan test darah hari sabtu saja. Dokter bilang ok, gak masalah, sambil bilang "nanti sabtu kartunya bawa ya bu (maksudnya kartu asuransi,padahal mah saya nggak pake kartu), soalnya saya mau kasih obat yang bagus, yang mahal, sambil menunjukkan sebuah
brosur, nanti saya jelaskan, begitu katanya. Saya mulai termangu: mahal? Walaupun pengobatan ini diganti oleh kantor, tapi saya nggak mau kalo obat asal mahal, semua harus reasonable.

Sampe rumah, setelah ada waktu saya browsing tentang TB, dan pengetahuan pun bertambah, ternyata saking sulitnya diagnosa TB, banyak yang diagnosanya salah. So, ambil diagnosa TB harus hati-hati, nggak bisa sembarangan. Kontak ke sepupu yang berprofesi dokter, dan menurutnya cara memeriksa mantoux seperti SpA tadi adalah hasil modifikasi beliau saja, dan bisa jadi hasilnya mis, disarankan second opinion. Akhirnya hati mantap untuk second opinion, tapi kemana. Alhamdulillah silaturahmi dengan para tetangga dipermudah dengan adanya milist, dan dari sana ternyata saya dapet info kalo dokter yang saya percayai, dr.Alan Tumbelaka,SpA, ternyata rumahnya dan buka praktek di klinik tidak jauh dari rumah saya. Hanya jadwal prakteknya yang pas dengan saya saat ini adalah jadwal praktek di Hermina, ya sudah nggak apa-apa, kami pun menuju ke sana.

Sampai di Hermina, penanganan suster memang terasa berbeda ya, sigap dan profesional. Hal yang sepele juga seperti timbangan pengaruhnya signifikan juga, ternyata hasilnya selisih satu kilo lebih banyak dibanding di RS swasta X itu, untuk anak yang bermasalah berat badannya hasil beda sekilo lebih banyak tentu saja sangat menyenangkan.

Masuk ke ruang periksa dr Alan. Setelah mendengarkan maksud kami, dokter menyatakan bahwa cara periksa seperti yang dilakukan SpA X, adalah salah, tidak benar. Glek. Andai....Hanif meneruskan pemeriksaan di sana. Lalu foto rontgen pun dinyatakan paru-parunya baik-baik saja. LEDnya tinggi, tapi kalo LED tidak bisa menyatakan ada TB. Kesimpulan sementara Hanif bukan TB. Duuuh kok bisa beda? Hanya ada benjolan pembengkakan kelenjar di leher sebelah kanan, kenapa bisa bengkak? Nah untuk jaga-jaga supaya diagnosa tidak meleset, dokter memutuskan untuk melengkapi data kami dan akan mendiskusikan data tersebut ke rekan-rekan dokter di RSCM. Pffh lega deh, bertemu dengan dokter yang hati-hati dalam mendiagnosa. Karena TB memang bukan hanya penyakitnya yang tidak sepele, pengobatannya pun demikian, perlu jangka waktu lama. Apapun hasilnya kalo sudah dengan prosedur yang lebih hati-hati, Insyaa Allah hati ini lebih mantap, mudah-mudahan hasil terbaik yang kami peroleh.

Begitu deh ujian-ujian di bulan ini, bikin gubraggs banget, tapi mudah-mudahan bisa kita dilewati dengan baik.

Label:

Paling asik kalo weekend, diem di rumah. Nyaman banget, istirahat, bercengkrama,berkebun,main sama anak-anak...

Apalagi kalo weekend gini, Akmal kan libur,plus temen-temen Akmal dan Hanif yang juga lagi libur. Jadinya heboh banget, ancur-ancuran deh rumah, dijadiin basecamp. Crayon ke mana-mana. Kertas Origami sebungkus langsung habis, bertebaran dimana-mana. Yah, biarlah, prinsipnya ASA (Asal Anak Senang). Kan tidak hanya kita yang butuh refreshing, anak-anak juga, apalagi Akmal yang sudah sekolah, sudah merasakan hidup perlu perjuangan.

Tapi yang paling males kalo lagi liburan gini, apa coba? KE DAPUR. Bosen euy, karena dah tiap hari kerja, masak pagi-pagi sebelum Akmal dan Ayah berangkat, karena mereka bawa bekel. Biar homemade ceritanya mah. Jadi kalo weekend pengennya LIBUR. Padahal kalo ibu-ibu lain banyak tuh yang biasanya weekend bikin sesuatu yang spesial. Kalau aku sekarang kok ya muales ya.

Pagi-pagi dah nawarin. Hayoh mau sarapan apa? Hanif milih sarapan bubur ayam, ya udah nyegat abang bubur ayam yang lewat. Terus Ayah, Akmal? Nasi Uduk. Ya,wis belilah nasi uduk, plus cemilan khas betawi_ketan,dan timus singkong. Jadi kalo weekend, agenda pertama adalah wisata kuliner.

Sampe menjelang makan siang, Ayah baru nyadar dan nanya,kok belon keliatan masak? Hmh, diriku hanya tersenyum simpul dan muka mohon maklum sambil bilang kalo lagi bosen ke dapur. Eh Ayah hanya tersenyum dan memaklumi, ya udah beli aja,katanya.

Ya udah, nyobain beli ke warung nasi terdekat. Bingung juga ternyata kalo beli mateng. Gak semua makanannya menggiurkan, padahal ini warung rekomendasi tetangga yang dah langgan beli ke situ tiap hari. Pilih…pilih…pilih,hmm, bener kata tetangga efisien beli, kalo ngitung-ngitung beli mentahannya,kok jadi murahan beli mateng ya. Mudah-mudahan enak.

Sampe rumah. Ayo makan. Icip-icip, yah ternyata rasanya nggak mak nyus….
Duh kok bisa-bisanya ya tetanggaku lebih milih beli dari pada masak, apalagi tiap hari, kebayang deh bosennya.

Tanya Ayah, dan benar menurut Ayah rasanya kurang nendang. Jadi kesimpulannya mending masak sendiri. Tapi gimana ya…kalo lagi malesss, dan udah ketebak deh kalo tiap weekend bawaannya selalu bosen, jenuh, dan males ke dapur.

Label:

Teringat waktu Akmal TK, saya suka ngobrol dengan ibu-ibunya teman Akmal, mereka
concern banget dengan perkembangan akademik anak-anak mereka. Rata-rata semangat sekali mengajari anak membaca, menulis dan menghitung, walau anaknya masih Play Group atau TK A. Bahkan banyak yang wara wiri cari tempat les baca.

Tapi kalo main ke rumah mereka, tengak tengok (ih nggak sopan ya di rumah orang kok...) liat-liat isi rumah, hmmmh tak terlihat ada buku!

Lah jadi apa maksud para ibu nih ngajarin baca. Apalagi cara ngajarinnya juga dijejel-jejel (halagh apa bener nih istilahnya), ada yang sampe menjadwalkan tiap malam digilir, belajar baca, dikte, hitung...

Mereka lebih kepada mengejar BISA baca daripada MINAT baca. Katanya supaya di SD nanti tidak ketinggalan pelajaran. Soalnya pelajaran SD sudah menuntut anak bisa baca. Tanpa disadari sasarannya menjadi benar-benar akademik jangka pendek.

Padahal kalo kita telusuri, kompetensi mendasar yang bisa jadi bekal survivenya anak-anak kita di masa depan,lebih pada kompetensi MINAT baca, BUKAN hanya sekedar BISA baca,kan?

Demikian halnya pun dengan BELAJAR. Mana yang lebih penting? BISA BELAJAR atau MINAT BELAJAR?

Bisa Belajar bisa diperoleh dengan memberikan reward atau punishment, sesuai pilihan orangtua. Via misalnya, dijadwalkan oleh mamanya untuk belajar tiap malam. Via masih berusia 3 tahun. Ia diajak belajar oleh ibunya dengan berbagai cara. Ya, Via bisa belajar, perkembangan akademiknya pun pesat. Tapi apakah minat belajarnya turut serta tumbuh dalam dirinya? Perlu dicek kembali. Jangan sampai karena kita concern pada bisa belajar, kita lupa memperhatikan menumbuhkan minatnya.

Banyak orangtua yang tidak peduli pada menumbuhkan minat belajar anak. Saya sering dengar para ibu yang harus bertengkar dengan anak, karena anak tak mau belajar. Padahal anaknya masih prasekolah loh.

Menumbuhkan Minat Belajar atau Motivasi Belajar sejak dini,sebenarnya sangat sederhana, dan tak perlu energi + biaya yang banyak. Menumbuhkan minat belajar pada anak prasekolah cukup dengan satu jurus saja: BERMAIN

Apapun melalui bermain anak akan senang. Memberi ruang dan waktu yang cukup untuk bermain bukan berarti anak menjadi tidak belajar. Hal ini bahkan akan membentuk Minat Belajar yang kuat pada anak.

Kalau minat belajar sudah tumbuh, selanjutnya kita sebagai orangtua tidak akan menemukan banyak kesulitan ketika anak memasuki sekolah dasar. Kalau basa sundanya sih istilahnya "tos hideng nyalira"...:)

Label:

Berbeda dengan AKMAL KECIL yang...

...minta baca paling nggak 10 buku baru bisa tidur
... sangat sayang sama buku-buku yang dia miliki (dari sejak bayi nggak ada sejarahnya Akmal ngerobek/mgerusak buku)
...selalu menyelesaikan bacaannya sampai tuntas

HANIF....
...nggak pernah minta baca buku sebelum tidur (gayanya pelor:)
...nggak merasa perlu ngerawat buku, sobek ya sobek...kalo perlu digunting ya gunting aja
...walau baru sehalaman, kalau Hanif ngantuk, Hanif pasti milih tidur daripada baca:),langsung pules lagi tidurnya...zzzzz

Perbedaan ini membuat saya tidak begitu banyak berharap:). Saya sudah menerima karakter Hanif sepenuhnya, dan mengapresiasi begitu banyak kelebihan dia, Hanif yang penuh ide, kreatif,suka ngobrol,pendengar yang baik, banyak bergaul, ramah dan tidak sombong ha3...berlebihan kali ya...eh tapi bener kok:)

Gayanya Hanif ini ternyata mempengaruhi semangatku untuk mengajaknya membaca. Jauh lebih kendorlah dibanding waktu Akmal kecil.

Namun ternyata walaupun klop antara minat Hanif yang kurang dan semangatku yang kendor, tidak menjadi sama dengan Hanif terus-terusan tidak minat baca.

Akhir-akhir ini minat baca Hanif meningkat tajam. Ia mulai terbiasa dengan rutinitas membaca sebelum tidur. Minta tambah buku dan tambah buku lagi sampai dia puas. Hanif juga bisa protes kalau aku ketiduran pas ngebacain buku:).

Kemajuan lainnya, dia sudah bisa bergaya baca, seakan-akan baca, padahal sih baca gambar. Tapi kata-kata yang diucapkan persis dengan yang ada di buku jadi kaya beneran baca.

Hmmh, jadi mikir kok dia bisa berubah.Padahal tidak ada perubahan cara mengasuh. Kenapa jadi suka baca?

Jawabannya adalah...sepertinya karena suasana "suka baca" ada disekelilingnya. Saya suka baca buku, Masnya juga. Buku juga ada di mana-mana. Lama-lama dia nyadar kali ya kalo baca itu asik. Plus rutinitas membaca buku sebelum tidur sebisa mungkin memang selalu dijalankan. Jadi akhirnya Hanif pun suka membaca. Alhamdulillah.

Pada dasarnya memang hanya minat baca yang saya tumbuhkan pada anak-anak. Saya tidak menstimulasi anak agar bisa cepat membaca. Minat,saya pikir lebih penting daripada mampu. Dan minat ini sepertinya seringkali luput dari "incaran" orangtua.

Padahal bisa terobservasikan, kalau begitu banyak orang yang bisa baca, tapi berapa banyak sih yang suka baca. Juga bisa terobservasi apakah orang-orang hebat yang berguna bagi ummat adalah orang yang sebatas bisa baca atau orang yang suka baca?

Label: ,

Di hari pertama setelah libur panjang lebaran, ternyata Akmal masih mogok:(. Saya dan suami sudah tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan, karena sepertinya sudah semua jurus dikeluarkan.
Akhirnya karena tahu bahwa sifatnya yang serba harus direncanakan itu yang sangat menghambat dirinya untuk pergi sekolah, saya hanya bisa berkata:"mas, santai saja, nanti di sekolah seperti apa anggap saja kejutan yang akan menyenangkan"
Saya berkata begitu karena Akmal paling senang kalo saya bilang ada kejutan untuknya. Kejutan ini biasanya berupa hadiah.
Tapi ternyata teteup, dia belum bisa menghadapi yang namanya sekolah. So, tarik-tarikan deh ngajak dia sekolah.

Ternyata di sekolah juga bukan belajar, melainkan acara halal bihalal. Setelah berusaha membujuk dan dia masih tidak mau masuk arena, dengan terpaksa kami meninggalkan dia yang nangis kenceng banget.

Di jalan menuju pulang, saya hanya bilang kepada suami:"ya sudah, Yah, mungkin memang ini ujian kita, anggap saja setiap hari kita akan menghadapinya dan melakukan ini rutin setiap pagi, toh dia di sekolahnya sih nyaman, kita ajak-ajak ngobrol aja, nggak usah tegang"
Berusaha menghibur diri dan suami, hanya itu yang bisa saya lakukan. Alhamdulillah saya dan suami adalah tim yang kompak, jadi suami sepakat pada apa yang katakan. Karena kalo mengikuti hawa nafsu mah suami pasti kesel banget liat anak laki-lakinya punya sifat yang kata orang "cengeng".

Pulang sekolah seperti biasa, akmal ceria. Kali ini saya sudah tak menyimpan harap, kecuali do'a (masih berharap berarti:), ya iyalah namanya juga orangtua).
"Gimana mas?"
"Wah asyik bu, tadi aku dikasih ketupat"
"O,ya?"
"I,ya bener kata ibu, di sekolah banyak kejutan, aku tuh pengen banget lebaran lagi, makan ketupat, eh ternyata di sekolah ada"
"Nah,kan,jadi gimana besok"
"Aku mau sekolah"
Alhamdulillah....
Bagaimana besok deh, yang penting dia dah bilang mau

Alhamdulillah kali ini benar, esoknya dia benar-benar mau sekolah, nggak usah dibujuk-bujuk...
Hmmh perjalanan panjang episode ini cukup melelahkan, tapi begitu indah untuk diingat.
Semua ujian pasti ada hikmahnya.

Label: ,

Selama masa Akmal mogok ini, Ia minta dijemput oleh saya. Dia bertanya
berulang-ulang dari pintu rumah sampe pintu kelas," ya bu ya? jemput
Mas, ya?" dan saya pun (walau hampir bosan) selalu menjawab "Ya"

Di siang hari saat matahari tepat berada di atas kepala, saya dan hanif
bersama-sama menjemput Akmal. Ia selalu tampak ceria ketika keluar
kelas, dan bercerita kalo kelasnya menyenangkan. Setiap kali melihat dia
keluar kelas dengan ceria begitu, saya selalu berharap esok dia akan
sekolah dengan ceria juga. Tapi apa mau di kata. Harapan tinggal
harapan. Sudah job desk harian: membujuk Akmal sekolah, mengantarkan,
dan meninggalkannya dalam keadaan menangis

Seminggu sudah masa ulangan dijalani sambil menangis, Alhamdulillah
nilainya masih tergolong bagus. Sebenarnya saya dan suami tak
menargetkan nilai, hanya kita khawatir kalo nilai jelek, Akmal jadi
tambah mogok.

Setelah masa ulangan, masih ada seminggu masa sekolah sebelum libur
lebaran. Job desk: membujuk, mengantar, meninggalkan sambil mendengarkan
teriakan dan raungan tangisnya, menjemput, masih harus tetap dijalankan.
Akmal belum bisa dinego.

Berbagai cara sudah kami lakukan, tapi teuteup sampai liburan lebaran,
Akmal masih susah sekolah.

Save by the bell....

Alhamdulillah ada libur panjang, lumayan buat kita untuk break, tidak
membujuk-bujuk sekolah. Tarik nafas dulu.....

Selama masa Akmal mogok, kami juga mengevaluasi pola asuh yang kami
lakukan, karena kami melihat mogoknya Akmal ini dipengaruhi juga oleh
sifat -sifat Akmal

Akmal yang sulit beradaptasi dengan hal baru, membuat dia pernah minta
pulan duluan dari sekolah,ketika agenda hari itu adalah berenang.
Gara-garanya dia merasa bingung, bagaimana nanti mandinya (karena waktu
TK dimandiin bu guru), di mana ganti bajunya, kolam renangnya seperti
apa,dlsb. Aktivitas SD yang lebih menuntut kemandirian membuatnya
bingung, bukan karena dia belum mandiri, hanya karena hal itu baru,
setting lingkungannya baru.

Akmal adalah tipe perencana, dan teratur. Semua harus direncanakan, dan
tidak boleh keluar rencana. Hal ini menjadi menyulitkan karena tak semua
hal di sekolah bisa dia ketahui dan direncanakan kan?

So kami atur strategi selanjutnya. Untuk sifatnya yang sulit beradaptasi
dengan hal baru,teratur dan perencana (status quo) ini, saya coba atasi
dengan banyak memberikan pengalaman baru yang tak begitu direncanakan.
Saya ajak ke setting lingkungan baru, dan arena bermain yang menantang
dan baru.

Kebetulan di masa lebaran tahun ini ada film laskar pelangi. Nonton di
bioskop adalah hal yang belum pernah dia alami. Kami ajak dia nonton,
kebetulan juga tema filmnya cocok. Keluar bioskop selain senang karena
itu hal baru, dia juga jadi paham kalo banyak orang yang ingin sekolah
tapi tidak semudah dirinya bersekolah.

Berenang di berbagai kolam renang yang belum dia temui, ternyata juga
membuahkan hasil yang lumayan, derajat stress yang dia rasakan
sepertinya berkurang, Ada sarana menyalurkan energi dan emosi. Kami
memang sudah lama tidak memfasilitasi dirinya untuk melepas emosi
seperti senang, terkejut, dan takut.

Mengintensifkan waktu bersama, menghindari pertengkaran dengannya,
menciptakan kehangatan dan memenuhi kebutuhan emosinya. Kami all out
memperbaiki kualitas emosi Akmal, sampai masa libur selesai.

H2C alias harap-harap cemas di hari pertama masuk sekolah setelah liburan lebaran. Tapi ada keyakinan 100% kami akan berhasil, lha wong kita sudah All Out.

Eng...ing....eng.....
"Aku belum siap sekolah!" kata Akmal...
Wua gubrak! Aduuuuh harus bagaimana lagi...
"Kenapa?"
"Nanti gimana, pelajarannya...bla...bla...bla"
Duh sifat perencananya dan sifat tidak siap dengan sesuatu yang tidak terprediksi ternyata masih melekat.
Blank deh saya, nggak bisa mikir!

Label:

Curhat....

Susah banget untuk nggak senewen kalo ngeliat Akmal makan...
Lamma banget!

Susah banget untuk nggak ngomel ngeliat dia slow motion....melakukan
hal-hal yang nggak perlu ketika makan

Gampangnya kusuapin aja ya....wah sampe umur berapa, secara dia dah
hampir 7 tahun, dah kelewat 3-4 tahun dari usia yang harusnya dia dah
makan sendiri

Akmal yang pintar, mandiri dalam banyak hal, bisa berkeping-keping
konsep dirinya gara-gara makan. Bahasa tubuhku dan omelanku bisa bikin
konsep dirinya jadi negatif

Tapi ya gimannnnaaa....

TIME OUT!

$%#Q&^*&(*()*@!)*!!!

Label: ,

Episode ini berawal dari Akmal yang tiba-tiba mengeluh perut melilit,
mual dan kemudian nggak mau sekolah. Dua minggu, saya dan suami mondar mandir ke sekolah Akmal. Konfirmasi ini itu...nyari apa penyebabnya,stressnya minta ampun. Sampai nyari alternatif sekolah, karena nggak yakin masalah-masalah yang ada bisa
diselesaikan.

Dari mogoknya Akmal, saya menyadari kalo sekolah yang kami pilih
tidaklah ideal, jangankan anak, untuk beberapa hal saya merasa kurang
sreg, dan hal-hal itu luput dari observasi waktu milih sekolah.

Beberapa fakta seperti guru yang gampang banget kasih konsekuensi,
pelajaran yang cepat sekali,PR yang menumpuk kala weekend, soal ujian
yang luar biasa "berat" menurut saya....bikin perut saya juga ikut melilit.

Konsep "Homeschooling" sudah berseliweran di benak saya...tapi buat anak
saya yang sosialisasinya nggak bagus, HS kayaknya malah akan memperburuk
kemampuan sosialisasinya itu (walau banyak pihak yang menyatakan HS
tidak berhubungan dengan sosialisasi)

Dua minggu saya mengintesifkan komunikasi dengan Akmal.
Ngobrol...ngobrol...ngobrol.
Kami juga manusia (duh alasan yang tidak perlu yak), tidak mudah menjaga
ketenangan hati ketika ngobrol atau membujuknya sekolah.

Akhirnya ketemulah penyebabnya dan solusinya. Guru yang suaranya terlalu
keras dan sering ngancem kasih konsekuensi, diselesaikan dengan
berkomunikasi, memberi feedback,dan saran.

PR yang tiba-tiba jadi banyak (sampai sepuluh halaman!), apalagi
diberikan di akhir pekan, ternyata terjadi atas saran orangtua yang
kebetulan nggak mau anaknya tertinggal dari anak-anak sekolah
lain...halagh...ampyun deh! Masalah ini diselesaikan dengan
berkomunikasi dan berdialog dengan guru.

Alhamdulillah gurunya open minded,lapang hati, mau menerima saran.

Perasaan merasa tertinggal pelajaran, diselesaikan dengan belajar di
malam hari, belajar sekedar menumbuhkan keyakinan kalo dia bisa.

Setelah akmal diyakinkan tentang perubahan-perubahan yang akan ia temui
disekolahnya, akmal mau sekolah. Tapi minta ditungguin di dalem kelas.
Duh....mallu banget euy nungguin anak laki-laki di kelas 1....hik...tapi
apa mau dikata kutemenin juga. No Choice.....

Eh besoknya dia malah sakit...keterusan deh nggak sekolah...mogok lagi
deh walau dah sembuh....akhirnya setelah bujuk membujuk, dan meyakinkan
akan pentingnya sekolah dan sekolah yang begitu mengasyikkan, Akmal mau
sekolah.

Gubraknya pas dia mau sekolah bertepatan dengan waktu ulangan harian.
Adduh, menjanjikan kelasnya bakal lebih santai malah masuk pas ulangan.

Alhamdulillah gurunya support banget, jadi suasana kelas yang terlalu
menegangkan buat dia...diselesaikan dengan cara ada foreplay dulu
sebelum bertanding:), gambar-gambar dulu sebelum masuk kelas. Hal ini
cukup nyaman, tapppiii teuteup belum bikin dia merasa aman. Masih pengen
ditungguin.

Karena semua permasalahan hampir sudah diselesaikan, dan saya menilai
kondisi cukup...maka..kami (saya dan gurunya) memutuskan inilah saatnya
untuk melepas Akmal sekolah. Say good bye, and see you...

Akmal meraung raung menangis kenceng-kenceng
Sehari...dua hari...tiga hari...nggak keliatan akan ada perkembangan...

Label:

Kalau anak lagi melakukan perilaku "sulit" salah satu yang efektif untuk
menghentikannya adalah dengan menerapkan time out. Anak diberi ruang dan
waktu untuk diam selama waktu yang cukup untuk menenangkan dirinya dan
memikirkan perilakunya itu.

Biasanya saya berlakukan time out kalo anak dah berkelahi,
tonjok-tonjokan, atau tendang-tendangan yang membahayakan.

Saya juga berlakukan time out kalo anak ngamuk.

Dan ternyata time out juga bisa loh diberlakukan pada diriku sendiri?
Ketika aku sudah merasa kalo diriku sudah bertaring, bertanduk, dan
berasap karena melihat kelakukan anak-anakku :-(

Seperti tadi pagi, yang satu teriak begini, yang satu menjengkelkan
dengan rengekan begitu....begini...begitu....eugh rasanya mau menghilang
saja. TRING! Tapi kan nggak bisa...

Akhirnya karena perasaan kepala udah ngebul, aku memutuskan untuk TIME
OUT....minggir dari kancah pertempuran....ngiuhan di bawah pohon mangga
rumahku...wuiiih enak apalagi sambil ngeliatin senyuman suami yang super
manis duh serasa embun menetes di hati...

Tidak sampai 5 menit hati kembali tenang, bisa berpikir jernih, dan
menghadapi anak-anak dengan tenang :-)

Label:

Karena jadi pengacara (Pengangguran Banyak Acara) di rumah, jadi suka
berkesempatan memperhatikan perilaku mba-mba pengasuh anak-anak
tetangga, yang ibunya kerja.
Anggap aja laporan pandangan mata:)

Suatu hari Hanif mau nyamper temennya Ali. Kita ketok-ketok pintunya.

Assalamu'alaikum....Ali!

Tak terdengar sahutan. Oh Ali mungkin sedang tidur. Tapi masa pagi-pagi
tidur ya. Ali! Aku dan Hanif memanggil Ali.
Kreet,pintu rumahnya Ali di buka.
Eh Ali...lho kok Ali berair mata, dan kok rumahnya sepi sekali...

"Ali sendiri?"
"Iya" jawab Ali pelan

Oh kasihan sekali anak 3 tahun sendirian di rumah,nggak tahu apa aku
protektif atau bagaimana ya, tapi aku belum tega ninggalin anak 3 th
sendirian di rumah.

"kemana mbanya?"
"jalan-jalan"
"Jalan-jalan?"

Karena tidak tega, aku ajak Ali ke rumah, kebetulan ketemu Bunda
tetanggaku yang juga ada di rumah, Aku cerita. Bunda tak heran, rupanya
mba ini punya kebiasaan tebar pesona di gerbang komplek, deket gardu
satpam. Oaalaaa!

Singkat cerita,aku tahu dari Ali,kalo dia tadi sedang tidur,ketika
mbanya meninggalkannya...

Di lain hari
Terdengar suara tangis kencang di rumah Ali.
Siapa yang nangis? aku bertanya pada mbanya Ali yang sedang berada di luar
"Ali" jawabnya
"lagi di kamar mandi...biar ajalah...habis Ali nakal..."
Duh diapain tuh ya...kasian amat...sering banget disebut Nakal dan
sepertinya Ali sedang dikunci di kamar mandi

Di lain hari..
Ali sedang bermain di rumah.
Dah dzuhur kok nggak diajak pulang:(. Padahal Hanif waktunya makan
siang, baca buku dan tidur.
"Ali...Ali.."
Panggil Mbanya.
"Ali ayo pulang, ini jagain ade...mba mau ke warung"
Ngong...bengong deh saya...anak 3 tahun suruh jaga anak 1 tahun?
Ali menolak, tapi lama-lama ia, mau juga karena dipaksa-paksa
Selang berapa waktu kemudian
Ada suara pintu dibuka
"Eh Ali"
"Sini de...mau tunggu mba di sini aja"
Selang berapa waktu yang cukup lama
"Ali...mba suruh di rumah"
"Abis mba lama...."

Di lain hari
Hujan deras. Ali sedang bermain di rumah bersama Hanif dan Akmal. Saya
heran...kok hujan deras begini, Ali nggak ada yang nyari, apa nggak ada
yang khawatir padanya.

"Ali kalo hujan begini apa nggak dicari Ummi" (kebetulan hari
minggu,biasanya ummi di rumah
"Ummi,nggak ada lagi ngaji sama Abi"

Oooh pantas,mba nya mana peduli....

Label:

Banyak cara anak menunjukkan bahwa dirinya sudah besar. Biasanya dengan
cara meniru perilaku orang yang lebih besar dari dirinya. Begitupun
dengan Hanif. Akhir-akhir ini ia berusaha menunjukkan kalau ia sudah
besar dengan meniru Mas nya, Akmal.

Akmal yang cepat sekali meluapkan emosinya, ditangkap Hanif sebagai
itulah perilaku anak besar.

So, sudah dua hari ini Hanif punya kebiasaan baru TERIAK.

Menolak dengan berteriak. Meminta dengan berteriak.
Reaksiku??? Santai saja,karena sudah hafal sebenarnya itu bukan dirinya:)
Dia adalah anak yang tak bisa berlama-lama marah. Ngambeknya hanya
"rekayasa" untuk dihargai, untuk diperhatikan.

Aku hanya menghampiri, meraihnya, menggendong, memeluknya, dan
menawarinya hal-hal yang sebenarnya ia butuhkan,sambil memintanya untuk
tenang dulu. Tidak lupa jika ia berteriak dalam rangka meminta, aku
tetapi mengingatkannya untuk mengulangi permintaannya dengan kata "tolong".

Dan tak lama...seperti yang kuduga ia akan tersenyum lebar. Ia memang
anak yang manis, tak bisa berlama-lama marah.

Namanya juga Hanif :)

Label:

Lagi nemenin Akmal belaja IPS tentang identitas diri.
"Nama Ayah?" tanyaku
"Priyo Edi Purnomo" jawab Akmal
"Nama Ibu?"
"Lita Ediasop"
Wua ha...ha...Akmal keseringan denger Ediashop...ediashop, disangkanya
itu namaku...

Label:

Dapat tulisan dari milist,

Sebuah Renungan Bagi Para Orangtua dalam medidik anak

Anak-anak yang digegas Menjadi cepat mekar
Cepat matang dan pintar tapi akhirnya Cepat layu,..

Pendidikan bagi anak usia dini sekarang tengah marak-maraknya. Dimana
mana orang tua merasakan pentingnya mendidik anak melalui lembaga
persekolahan yang ada. Mereka pun berlomba untuk memberikan anak-anak
mereka pelayanan pendidikan yang baik.

Taman kanak-kanak pun berdiri dengan berbagai rupa, di kota hingga kedesa.
Kursus-kursus kilat untuk anak-anak pun juga bertaburan di berbagaitempat.
Tawaran berbagai macam bentuk pendidikan ini amat beragam. Mulai dari
yang puluhan ribu hingga jutaan rupiah per bulannya.

Dari kursus yang dapat membuat otak anak cerdas dan pintar berhitung,
cakap berbagai bahasa,hingga fisik kuat dan sehat melalui kegiatan
menari, main musik dan berenang.

Dunia pendidikan saat ini betul-betul penuh dengan denyut kegairahan.
Penuh tawaran yang menggiurkan yang terkadang menguras isi kantungorangtua..
Captive market !

Kondisi diatas terlihat biasa saja bagi orang awam. Namun apabila kita
amati lebih cermat, dan kita baca berbagai informasi di intenet dan
lileratur yang ada tentang bagaimana pendidikan yang patut bagi anak
usia dini, maka kita akan terkejut! Saat ini hampir sebagian besar
penyelenggaraan pendidikanbagi anak-anak usia dini melakukan kesalahan.
Di samping ketidak patutan yang dilakukan oleh orang tua akibat
ketidaktahuannya!

Anak-Anak Yang Digegas…

Ada beberapa indikator untuk melihat berbagai ketidakpatutan terhadap anak.
Di antaranya yang paling menonjol adalah orientasi pada kemampuan
intelektual secara dini. Akibatnya bermunculanlah anak-anak ajaib dengan
kepintaran intelektual luar biasa. Mereka dicoba untuk menjalani
akselerasi dalam pendidikannya dengan memperoleh pengayaan
kecakapan-kecakapan akademikdi dalam dan di luar sekolah.
Kasus yang pernah dimuat tentang kisah seorang anak pintar karbitan ini
terjadi pada tahun 1930, seperti yang dimuat majalah New Yorker. Terjadi
pada seorang anak yang bernama WJS, putra seorang psikiater. Kecerdasan
otaknya membuat anak itu segera masuk Harvard College walaupun usianya
masih 11 tahun. Kecerdasannya di bidang matematika begitu mengesankan
banyak orang. Prestasinya sebagai anak jenius menghiasi berbagai media
masa.

Namun apa yang terjadi kemudian ?

James Thurber seorang wartawan terkemuka. pada suatu hari
menemukanseorang pemulung mobil tua, yang tak lain adalah WJS. Si anak
ajaib yangbegitu dibanggakan dan membuat orang banyak berdecak kagum
pada beberapa waktu silam.

Kisah lain tentang kehebatan kognitif yang diberdayakan juga terjadi
pada seorang anak perempuan bernama E. Terjadi pada tahun 1952, dimana
seorang Ibu yang bemama AS telah berhasil melakukan eksperimen
menyiapkan lingkungan yang sangat menstimulasi perkembangan kognitif
anaknya sejak si anak masih benapa janin. Baru saja bayi itu lahir
ibunya telah memperdengarkan suara musik klasik di telinga sang
bayi.Kemudian diajak berbicara dengan menggunakan bahasa orang dewasa.
Setiap saat sang bayi dikenalkan kartu-kartu bergambar dan kosa kata
baru.Hasilnya sungguh mencengangkan! Di usia 1 tahun E telah dapat
berbicara dengan kalimat sempurna. Di usia 5 tahun E telah menyelesaikan
membaca ensiklopedi Britannica. Usia 6 tahun ia membaca enam buah buku
dan Koran New York Times setiap harinya. Usia 12 tahun dia masuk universitas.
Ketika usianya menginjak 15 lahun la menjadi guru matematika di
Michigan-State University . AS berhasil menjadikan E anak jenius karena
terkait dengan kapasitas otak yang sangat tak berhingga. Namun khabar E
selanjutnya juga tidak terdengar lagi ketika ia dewasa. Banyak
kesuksesan yang diraih anak saat ia menjadi anak, tidak menjadi sesuatu
yang bemakna dalam kehidupan anak ketika ia menjadi manusia dewasa.

Berbeda dengan banyak kasus legendaris orang-orang terkenal yang
berhasil mengguncang dunia dengan penemuannya. Di saat mereka kecil
mereka hanyalah anak-anak biasa yang terkadang juga dilabel sebagai
murid yang dungu. Seperti halnya Einsten yang mengalami kesulitan
belajar hingga kelas 3 SD. Dia dicap sebagai anak bebal yang suka melamun.
Selama berpuluh-puluh tahun orang begitu yakin bahwa keberhasilan anakdi
masa depan sangat ditentukan oleh factor kognitif.

Otak memang memiliki kemampuan luar biasa yang tiada berhingga. Oleh
karena itu banyak orangtua dan para pendidik tergoda untuk melakukan
'Early Childhood Training'. Era pemberdayaan otak mencapai masa
keemasanmya.Setiap orangtua dan pendidik berlomba-lomba menjadikan
anak-anak mereka menjadi anak-anak yang super (Superkids). Kurikulum pun
dikemas dengan muatan 90 % bermuatan kognitif yang mengfungsikan belahan otak kiri.
Sementara fungsi belahan otak kanan hanya mendapat porsi 10% saja.
Ketidakseimbangan dalam memfungsikan ke dua belahan otak dalam proses
pendidikan di sekolah sangat mencolok. Hal ini terjadi sekarang
dimana-rnana, di Indonesia…

'Early Ripe, early Rot…!'

Gejala ketidakpatutan dalam mendidik ini mulai terlihat pada tahun 1960
di Amerika. Saat orangtua dan para professional merasakan pentingnya
pendidikan bagi anak-anak semenjak usia dini. Orangtua merasa apabila
mereka tidak segera mengajarkan anak-anak mereka berhitung, membaca dan
menulis sejak dini maka mereka akan kehilangan 'peluang emas' bagi
anak-anak mereka selanjutnya. Mereka memasukkan anak-anak mereka
sesegera mungkin ke Taman Kanak-Kanak (Pra Sekolah). Taman Kanak-kanak
pun dengan senang hati menerima anak-anak yang masih berusia di bawah
usia 4 tahun. Kepada anak-anak ini gurunya membelajarkan membaca dan
berhitung secara formal sebagai pemula.

Terjadinya kemajuan radikal dalam pendidikan usia dini di Amerika sudah
dirasakan saat Rusia meluncurkan Sputnik pada tahun 1957. Mulailah 'Era
Headstart' merancah dunia pendidikan. Para akademisi begitu optimis
untuk membelajarkan sains dan matematika kepada anak sebanyak dan sebisa
mereka (tiada berhingga). Sementara mereka tidak tahu banyak tentang
anak, apa yang mereka butuhkan dan inginkan sebagai anak.

Puncak keoptimisan era Headstart diakhiri dengan pernyataan Jerome
Bruner, seorang psikolog dari Harvard University yang menulis sebuah
buku terkenal 'The Process of Education' pada tahun 1960, la menyatakan
bahwa kompetensi anak untuk belajar sangat tidak berhingga. Inilah buku
suci pendidikan yang mereformasi kurikulum pendidikan di Amerika. 'We
begin with the hypothesis that any subject can be taught effectively in
some intellectually honest way to any child at any stage of development' .
Inilah kalimat yang merupakan hipotesis Bruner yang di salahartikan oleh
banyak pendidik, yang akhirnya menjadi bencana! Pendidikan dilaksanakan
dengan cara memaksa otak kiri anak sehingga membuat mereka cepat matang
dan cepat busuk…

Early ripe, early rot! Anak-anak menjadi tertekan. Mulai dari tingkat
pra sekolah hingga usia SD. Di rumah para orangtua kemudian juga
melakukan hal yang sama, yaitu mengajarkan sedini mungkin anak-anak
mereka membaca ketika Glenn Doman menuliskan kiat-kiat
praktis membelajarkan bayi membaca.
Bencana berikutnya datang saat Arnold Gesell memaparkan konsep
'kesiapan-readiness ' dalam ilmu psikologi perkembangan temuannya yang
mendapat banyak decakan kagum. Ia berpendapat tentang 'biological
limitations on learning'. Untuk itu ia menekankan perlunya dilakukan
intervensi dini dan rangsangan inlelektual dini kepada anak agar mereka
segera siap belajar apapun. Tekanan yang bertubi-tubi dalam memperoleh
kecakapan akademik di sekolah membuat anak-anak menjadi cepat mekar.
Anak -anak menjadi 'miniature orang dewasa'.
Lihatlah sekarang, anak-anak itu juga bertingkah polah sebagaimana
layaknya orang dewasa. Mereka berpakaian seperti orang dewasa, berlaku
pun juga seperti orang dewasa. Di sisi lain media pun merangsang anak
untuk cepat mekar terkait dengan musik, buku, film, televisi, dan internet.
Lihatlah maraknya program teve yang belum pantas ditonton anak-anak yang
ditayangkan di pagi atau pun sore hari. Media begitu merangsang
keingintahuan anak tentang dunia seputar orang dewasa. sebagai seksual
promosi yang menyesatkan. Pendek kata media telah memekarkan bahasa.
berpikir dan perilaku anak lumbuh kembang secara cepat.
Tapi apakah kita tahu bagaimana tentang emosi dan perasaan anak? Apakah
faktor emosi dan perasaan juga dapat digegas untuk dimekarkan seperti
halnya kecerdasan? Perasaan dan emosi ternyata memiliki waktu dan
ritmenya sendiri yang tidak dapat digegas atau dikarbit. Bisa saja anak
terlihat berpenampilan sebagai layaknya orang dewasa, tetapi perasaan
mereka tidak seperti orang dewasa.

Anak-anak memang terlihat tumbuh cepat di berbagai hal tetapi tidak di
semua hal. Tumbuh mekarnya emosi sangat berbeda dengan tumbuh mekarnya
kecerdasan (intelektual) anak. Oleh karena perkembangan emosi lebih
rumit dan sukar, terkait dengan berbagai keadaan, Cobalah perhatikan,
khususnva saat perilaku anak menampilkan gaya 'kedewasaan ', sementara
perasaannya menangis berteriak sebagai 'anak'. Dampak Berikutnya
Terjadi… ketika anak memasuki usia remaja. Akibat negatif lainnya dari
anak-anak karbitan terlihat ketika ia memasuki usia remaja. Mereka tidak
segan-segan mempertontonkan berbagai macam perilaku yang tidak patut.

Patricia Brien menamakannya sebagai 'The Shrinking of Childhood'
Lu belum tahu ya… bahwa gue telah melakukan segalanya', begitu pengakuan
seorang remaja pria berusia 12 tahun kepada teman-temannya. 'Gue tahu
apa itu minuman keras, drug, dan seks ' serunya bangga.

Berbagai kasus yang terjadi pada anak-anak karbitan memperlihatkan
bagaimana pengaruh tekanan dini pada anak akan menyebabkan berbagai
gangguan kepribadian dan emosi pada anak. Oleh karena ketika semua
menjadi cepat mekar…. kebutuhan emosi dan sosial anak jadi tak
dipedulikan! Sementara anak sendiri membutuhkan waktu untuk tumbuh,untuk
belajar dan untuk berkembang, …. sebuah proses dalam kehidupannya !
Saat ini terlihat kecenderungan keluarga muda lapisan menengah ke atas
yang berkarier di luar rumah tidak memiliki waktu banyak dengan
anak-anak mereka. Atau pun jika si ibu berkarier di dalam rumah, ia
lebih mengandalkan tenaga 'baby sitter' sebagai pengasuh anak-anaknya.
Colette Dowling menamakan ibu-ibu muda kelompok ini sebagai 'Cinderella
Syndrome' yang senang window shopping, ikut arisan, ke salon memanjakan
diri, atau menonton telenovela atau buku romantis. Sebagai bentuk ilusi
rnenghindari kehidupan nyata vang mereka jalani.

Kelompok ini akan sangat bangga jika anak-anak mereka bersekolah di
lembaga pendidikan yang mahal, ikut berbagai kegiatan
kurikuler, ikut berbagai Ies, dan mengikuti berbagai arena, seperti
lomba penyanyi cilik, lomba model ini dan itu. Para orangtua ini juga
sangat bangga jika anak-anak mereka superior di segala bidang, bukan
hanya di sekolah. Sementara orangtua yang sibuk juga
mewakilkan diri mereka kepada baby sitter terhadap pengasuhan dan
pendidikan anak-anak mereka. Tidak jarang para baby sitter ini mengikuti
pendidikan parenting di lembaga pendidikan eksekutif sebagai wakil dari
orang tua.

Era Superkids

Kecenderungan orangtua menjadikan anaknva 'be special' daripada 'be
average or normal' sernakin marak terlihat. Orangtua sangat ingin
anak-anak mereka menjadi 'to exel to be the best'. Sebetulnya tidak ada
yang salah. Namun ketika anak-anak mereka digegas untuk mulai mengikuti
berbagai kepentingan orangtua untuk menyuruh anak mereka mengikuti
beragam kegiatan, seperti kegiatan mental aritmatik, sempoa, renang,
basket, balet, tari ball, piano, biola, melukis, dan banyak lagi
lainnya…maka lahirlah anak-anak super—'SUPERKIDS' .

Cost merawat anak superkids ini sangat mahal.
Era Superkids berorientasi kepada 'Competent Child'. Orangtua saling
berkompetisi dalam mendidik anak karena mereka percaya 'earlier is
better'. Semakin dini dan cepat dalam menginvestasikan beragam
pengetahuan ke dalam diri anak mereka, maka itu akan semakin baik.

Neil Posmant seorang sosiolog Amerika pada tahun 80-an meramalkan bahwa
jika anak-anak tercabut dari masa kanak-kanaknya, maka lihatlah…ketika
anak-anak itu menjadi dewasa, maka ia akan menjadi orang dewasa yang ke
kanak-kanakan!

Berbagai Gaya Orangtua

Kondisi ketidakpatutan dalam memperIakukan anak ini telah melahirkan
berbagai gaya orangtua (Parenting Style) yang melakukan kesalahan
-'miseducation' terhadap pengasuhan pendidikan anak-anaknya.
Elkind (1989) mengelompokkan berbagai gaya orangtua dalam pengasuhan,
antara lain:

1. Gourmet Parents (ORTU B0RJU)

Mereka adalah kelompok pasangan muda yang sukses. Memiliki rumah
bagus,mobil mewah, liburan ke tempat-tempat yang eksotis di dunia,
dengan gaya hidup kebarat-baratan. Apabila menjadi orangtua maka mereka
akan cenderung merawat anak-anaknya seperti halnya merawat karier dan
harta mereka. Penuh dengan ambisi!

Berbagai macam buku akan dibaca karena ingin tahu isu-isu mutakhir
tentang cara mengasuh anak. Mereka sangat percaya bahwa tugas pengasuhan
yang baik seperti halnya membangun karier, maka 'superkids' merupakan
bukti dari kehebatan mereka sebagai orangtua.

Orangtua kelompok ini memakaikan anak-anaknva baju-baju mahal bermerek
terkenal, memasukkannya ke dalam program-program eksklusif yang
prestisius. Keluar masuk restoran mahal. Usia 3 tahun anak-anak mereka
sudah diajak tamasya keliling dunia mendampingi orangtuanya. Jika suatu
saat kita melihat sebuah sekolah yang halaman parkirnya dipenuhi oleh
berbagai merek mobil terkenal, maka itulah sekolah dimana banyak
kelompok orangtua 'gourmet ' atau- kelompok borju menyekolahkan
anak-anaknya.

2. College Degree Parents (ORTU INTELEK)

Kelompok ini merupakan bentuk lain dari keluarga intelek yang menengah
ke atas. Mereka sangat pcduli dengan pendidikan anak-anaknya. Sering
melibatkan diri dalam barbagai kegiatan di sekolah anaknya. Misalnya
membantu membuat majalah dinding, dan kegiatan ekstra kurikular lainnya.
Mereka percaya pendidikan yang baik merupakan pondasi dari kesuksesan
hidup. Terkadang mereka juga tergiur menjadikan anak-anak mereka
'Superkids ', Apabila si anak memperlihatkan kemampuan akademik yang tinggi.
Terkadang mereka juga memasukkan anak-anaknya ke sekolah mahal yang
prestisius sebagai buku bahwa mereka mampu dan percaya bahwa pendidikan
yang baik tentu juga harus dibayar dengan pantas.

Kelebihan kelompok ini adalah sangat peduli dan kritis terhadap
kurikulum yang dilaksanakan di sekolah anak anaknya. Dan dalam banyak
hal mereka banyak membantu dan peduli dengan kondisi sekolah

3. Gold Medal Parents (ORTU SELEBRITIS)

Kelompok ini adalah kelompok orangtua Yang menginginkan anak-anaknya
menjadi kompetitor dalam berbagai gelanggang. Mereka sering mengikutkan
anaknya ke berbagai kompetisi dan gelanggang. Ada gelanggang ilmu
pengetahuan seperti Olimpiade matematika dan sains yang akhir-akhir ini
lagi marak di Indonesia . Ada juga gelanggang seni seperti ikut
menyanyi, kontes menari, terkadang kontes kecantikan. Berbagai cara akan
mereka tempuh agar anak-anaknya dapat meraih kemenangan dan menjadi
'seorang Bintang Sejati '. Sejak dini mereka persiapkan anak-anak mereka
menjadi 'Sang Juara', mulai dari juara renang, menyanyi dan melukis
hingga none abang cilik kelika anak-anak mereka masih berusia TK.

Sebagai ilustrasi dalam sebuah arena lomba ratu cilik di Padang puluhan
anak-anak TK baik laki-laki maupun perempuan tengah menunggu di mulainya
lomba pakaian adat. Ruangan yang sesak, penuh asap rokok, dan acara yang
molor menunggu datangnya tokoh anak dari Jakarta . Anak- anak mulai
resah, berkeringat, mata memerah karena keringat melelehi mascara mata
kecil mereka. Para orangtua masih bersemangat, membujuk anak-anaknya
bersabar. Mengharapkan acara segera di mulai dan anaknya akan keluar sebagai
pemenang. Sementara pihak penyelenggara mengusir panas dengan berkipas
kertas.

Banyak kasus yang mengenaskan menimpa diri anak akibat perilaku ambisi
kelompok gold medal parents ini. Sebagai contoh pada tahun 70-an seorang
gadis kecil pesenam usia TK rnengalami kelainan tulang akibat ambisi
ayahnya yang guru olahraga. Atau kasus 'bintang cilik' yang mengalami
tekanan hidup dari dunia glamour masa kanak-kanaknya. Kemudian
menjadikannya pengguna dan pengedar narkoba hingga menjadi penghuni
penjara. Atau bintang cilik dunia H yang setelah dewasa hanya menjadi
pasien dokter jiwa. Gold medal parent menimbulkan banyak bencana pada
anak-anak mereka! Pada tanggal 26 Mei lalu kita sasikan di TV bagaimana
bintang cilik 'J' yang bintangnya mulai meredup dan mengkhawatirkan
orangtuanya. Orangtua J berambisi untuk kembali menjadikan anaknya
seorang bintang dengan kembali menggelar konser tunggal. Sebagian dari
kita tentu masih ingat bagaimana lucu dan pintarnya. J ketika berumur
kurang 3 tahun. Dia muncul di TV sebagai anak ajaib karena dapat
menghapal puluhan nama-nama kepala negara. kemudian di usia balitanya
dia menjadi penyanyi cilik terkenal. Kita kagum bagaimana seorang bapak
yang tamatan SMU dan bekerja di salon dapat membentuk dan menjadikan
anaknya seorang 'superkid '-seorang penyanyi sekaligus seorang bintang
film,….

4. Do-it Yourself Parents

Merupakan kelompok orangtua yang mengasuh anak-anaknya secara alami
danmenyatu dengan semesta. Mereka sering menjadi pelayanan professional
di bidang sosial dan kesehatan, sebagai pekerja sosial di sekolah, di
tempat ibadah., di Posyandu dan di perpustakaan. Kelompok ini
menyekolahkan anak-anaknya di sekolah negeri yang tidak begitu mahal dan
sesuai dengan keuangan mereka. Walaupun begitu kelompok ini juga bemimpi
untuk menjadikan anak-anaknya 'Superkids.. earlier is better'.

Dalam kehidupan sehari-hari anak-anak mereka diajak mencintai
lingkungannya. Mereka juga mengajarkan merawat dan memelihara hewan atau
tumbuhan yang mereka sukai. Kelompok ini merupakan kelompok penyayang
binatang, dan mencintai lingkungan hidup yang bersih.

5. Outward Bound Parents— (ORTU PARANOID)

Untuk orangtua kelompok ini mereka memprioritaskan pendidikan yang dapat
memberi kenyamanan dan keselamatan kepada anak-anaknya. Tujuan mereka
sederhana, agar anak-anak dapat bertahan di dunia yang penuh dengan
permusuhan. Dunia di luar keluarga mereka dianggap penuh dengan
marabahaya. Jika mereka menyekolahkan anak-anaknya maka mereka Iebih
memilih sekolah yang nyaman dan tidak melewati tempat-tempat tawuran
yang berbahaya. Seperti halnya Do It Yourself Parents, kelompok ini
secara tak disengaja juga terkadang terpengaruh dan menerima konsep
'Superkids'. Mereka mengharapkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang
hebat agar dapat melindungi diri mereka dari berbagai macam marabahaya.
Terkadang mereka melatih kecakapan melindungi diri dari bahaya, seperti
memasukkan anak-anaknya 'Karate, Yudo, pencak Silat' sejak dini.

Ketidakpatutan pemikiran kelompok ini dalam mendidik anak-anaknya adalah bahwa mereka
terlalu berlebihan melihat marabahaya di luar rumah tangga mereka, mudah
panik dan ketakutan melihat situasi yang selalu mereka pikir akan
membawa dampak buruk kepada anak. Akibatnya anak-anak mereka menjadi
'steril' dengan lingkungannya.

6. Prodigy Parents (ORTU INSTANT)

Merupakan kelompok orangtua yang sukses dalam karier namun tidak
memiliki pendidikan yang cukup. Mereka cukup berada, namun tidak
berpendidikan yang baik. Mereka memandang kesuksesan mereka di dunia
bisnis merupakan bakat semata. Oleh karena itu mereka juga memandang
sekolah dengan sebelah mata, hanya sebagai kekuatan yang akan
menumpulkan kemampuan anak-anaknya. 'Tidak kalah mengejutkannya, mereka
juga memandang anak-anaknya akan hebat dan sukses seperti mereka tanpa
memikirkan pendidikan seperti apa yang cocok diberikan kepada anaknya.
Oleh karena itu mereka sangat mudah terpengaruh kiat-kiat atau cara unik
dalam mendidik anak tanpa bersekolah.

Buku-buku instant dalam mendidik anak sangat mereka sukai. Misalnya buku
tentang 'Kiat-Kiat Mengajarkan bayi Membaca' karangan Glenn Doman, atau
'Kiat-Kiat Mengajarkan Bayi Matematika' karangan Siegfried, 'Berikan
Anakmu pemikiran Cemerlang' karangan Therese Engelmann, dan 'Kiat-Kiat
Mengajarkan Anak Dapat Membaca Dalam Waktu 6 Hari ' karangan Sidney Ledson

7. Encounter Group Parents (ORTU NGERUMPI)

Merupakan kelompok orangtua yang memiliki dan menyenangi pergaulan.
Mereka terkadang cukup berpendidikan, namun tidak cukup berada atau
terkadang tidak memiliki pekerjaan tetap (luntang lantung). Terkadang
mereka juga merupakan kelompok orangtua yang kurang bahagia dalam
perkawinannya. Mereka menyukai dan sangat mementingkan nilai-nilai
relationship dalam membina hubungan dengan orang lain. Sebagai akibatnya
kelompok ini sering melakukan ketidakpatutan dalam mendidik
anak-­anak dengan berbagai
perilaku 'gang ngrumpi' yang terkadang mengabaikan anak.

Kelompok ini banyak membuang-buang waktu dalam kelompoknya sehingga mengabaikan
fungsi mereka sebagai orangtua. Atau pun jika mereka memiliki aktivitas
di kelompokya lebih berorientasi kepada kepentingan kelompok mereka.
Kelompok ini sangat mudah terpengaruh dan latah untuk memilihkan
pendidikan bagi anak-anaknya. Menjadikan anak-anak mereka sebagai
'Superkids' juga sangat diharapkan. Namun banyak dari anak-anak mereka
biasanya kurang menampilkan minat dan prestasi yang diharapkan.

8. Milk and Cookies Parents (ORTU IDEAL)

Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang memiliki masa kanak-kanak
yang bahagia, yang memiliki kehidupan masa kecil yang sehat dan manis.
Mereka cenderung menjadi orangtua yang hangat dan menyayangi
anak-anaknya dengan tulus. Mereka juga sangat peduli dan mengiringi
tumbuh kembang anak-anak mereka dengan penuh dukungan. Kelompok ini
tidak berpeluang menjadi orangtua yang melakukan 'miseducation' dalam
merawat dan mengasuh anak-anaknva. Mereka memberikan lingkungan yang
nyaman kepada anak-anaknya dengan penuh perhatian, dan tumpahan cinta
kasih yang tulus sebagai orang tua.

Mereka memenuhi rumah tangga mereka dengan buku-buku, lukisan dan musik
yang disukai oleh anak-anaknya. Mereka berdiskusi di ruang
makan,bersahabat dan menciptakan lingkungan yang menstimulasi anak-anak
mereka untuk tumbuh mekar segala potensi dirinya. Anak-anak mereka pun
meninggalkan masa kanak-kanak dengan penuh kenangan indah. Kehangatan
hidup berkeluarga menumbuhkan kekuatan rasa yang sehat pada anak untuk
percaya diri dan antusias dalam kehidupan belajar.

Kelompok ini merupakan kelompok
orangtua yang menjalankan tugasnya dengan patut kepada anak-anak mereka.
Mereka begitu yakin bahwa anak membutuhkan
suatu proses dan waktu untuk dapat menemukan sendiri keistimewaan yang
dimilikinya.

Dengan kata lain mereka percaya bahwa anak sendirilah yang akan
menemukan sendiri kekuatan di dirinya. Bagi mereka setiap anak adalah
benar-benar seorang anak yang hebat dengan kekuatan potensi yang juga
berbeda dan unik !

Perspektif Sekolah Yang Mengkarbitkan Anak.

Kecenderungan sekolah untuk melakukan pengkarbitan kepada anak didiknya
juga terlihat jelas. Hal ini terjadi ketika sekolah
berorientasi kepada produk daripada proses pembelajaran. Sekolah
terlihat sebagai sebuah 'Industri' dengan tawaran-tawaran menarik yang
mengabaikan kebutuhan anak. Ada program akselerasi, ada program kelas
unggulan. Pekerjaan rumah yang menumpuk.

Tugas-tugas dalam bentuk hanya lembaran kerja. Kemudian guru-guru yang
sibuk sebagai 'Operator kurikulum' dan tidak punya waktu mempersiapkan
materi ajar karena rangkap tugas sebagai administrator sekolah Sebagai
guru kelas yang mengawasi dan mengajar terkadang lebih dari 40 anak,
guru hanya dapat menjadi 'pengabar isi buku pelajaran' ketimbang
menjalankan fungsi edukatif dalam menfasilitasi pembelajaran. Di
saat-saat tertentu sekolah akan menggunakan 'mesin-mesin dalam menskor'
capaian prestasi yang diperoleh anak setelah diberikan ujian berupa
potongan-potongan mata pelajaran. Anak didik menjadi dimiskinkan dalam
menjalani pendidikan di sckolah. Pikiran mereka diforsir untuk
menghapalkan atau melakukan tugas-tugas yang tidak mereka butuhkan
sebagai anak.

Manfaat apa yang mereka peroleh jika guru menyita anak membuat bagan
organisasi sebuah birokrasi? Manfaat apa yang dirasakan anak jika mereka
diminta membuat PR yang menuliskan susunan kabinet yang ada di
pemerintahan? Manfaat apa yang dimiliki anak jika ia disuruh menghapal
kalimat-kalimat yang ada di dalam buku pelajaran ? Tumpulnya rasa dalam
mencerna apa yang dipikirkan oleh otak dengan apa yang direfleksikan
dalam sanubari dan perilaku-perilaku keseharian mereka sebagai anak
menjadi semakin senjang.

Anak-anak tahu banyak tentang pengetahuan yang dilatihkan melalui
berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum persekolahan, namun
mereka bingung mengimplementasikan dalam kehidupan nyata.
Sepanjang hari mereka bersekolah di sekolah untuk sekolah— dengan
tugas-tugas dan PR yang menumpuk…. Namun sekolah tidak mengerti bahwa
anak sebenarnya butuh bersekolah untuk menyongsong kehidupannya !
Lihatlah, mereka semua belajar dengan cara yang sama. Membangun 90 %
kognitif dengan 10 % afektif. Paulo Freire mengatakan bahwa sekolah
telah melakukan 'pedagogy of the oppressed' terhadap anak-anak
didiknya.Dimana guru mengajar anak diajar, guru mengerti semuanya dan
anak tidak tahu apa-apa, guru berpikir dan anak dipikirkan, guru
berbicara dan anak mendengarkan, guru mendisiplin dan anak didisiplin,
guru memilih dan mendesakkan pilihannya dan anak hanya mengikuti, guru
bertindak dan anak hanya membayangkan bertindak lewat cerita guru, guru
memilih isi program dan anak menjalaninya begitu saja, guru adalah
subjek dan anak adalah objek dari proses pembelajaran (Freire, 1993).
Model pembelajaran banking system ini dikritik habis-habisan sebagai
masalah kemanusiaan terbesar. Belum lagi persaingan antar sekolah. dan
persaingan ranking wilayah.

Mengkompetensi Anak— merupakan 'KETIDAKPATUTAN PENDIDIKAN?'

'Anak adalah anugrah Tuhan…
sebagai hadiah kepada semesta alam, tetapi citra anak dibentuk oleh
sentuhan tangan-tangan manusia dewasa yang bertanggungjawab.

'(Nature versus Nurture). bagaimana?
Karena ada dua pengertian kompetensi : kompetensi yang datang dari
kebutuhan di luar diri anak (direkayasa oleh orang dewasa)
atau kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dari dalam diri anak sendiri
Sebagai contoh adalah konsep kompetensi yang dikemukakan oleh John
Watson (psikolog) pada tahun 1920 yang mengatakan bahwa bayi dapat
ditempa menjadi apapun sesuai kehendak kita-;sebagai komponen sentral
dari konsep kompetensi. Jika bayi-bayi mampu jadi pembelajar, maka
mereka juga dapat dibentuk melalui pembelajaran dini.

Kata-kata Watson yang sangat terkenal adalah sebagai berikut :
' Give me a dozen healthy infants, well formed and my own special world
to bring them up in, and I'll guarantee you to take any one at random
and train him to become any type of specialist I might
select-doctor,lawyer, artist, merchant chief and yes, even beggar and
thief regardless of this talents, penchants , tendencies, vocations, and
race of his ancestors '.

Pemikiran Watson membuat banyak orang tua melahirkan 'intervensi dini'
setelah mereka melakukan serangkaian tes Inteligensi kepada
anak-anaknya. Ada sebuah kasus kontroversi yang terjadi di Institut New
Jersey pada tahun 1976. Dimana guru-guru melakukan serangkaian program
tes untuk mengukur 'Kecakapan Dasar Minimum (Minimum Basic Skill) 'dalam
mata pelajaran membaca dan matematika.

Hasil dari pelaksanaan program ini dilaporkan kolomnis pendidikan Fred
Hechinger kepada New York Times sebagai berikut : The improvement in
those areas were not the result of any magic program or any singular
teaching strategy, they were… simply proof that accountability is
crucial and that, in the past five years, it has paid off in New Yersey'.

Juga belajar dari biografi tiga orang tokoh legendaris dunia seperti
Eleanor Roosevelt, Albert Einstein dan Thomas Edison, yang
diilustrasikan sebagai anak-anak yang bodoh dan mengalami keterlambatan
dalam akademik ketika mereka bersekolah di SD kelas rendah. semestinya
kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan dini sangat berbahaya jika
dibuatkan kompetensi-perolehan
pengetahuan hanya secara kognitif. Karena itulah hingga hari ini sekolah
belum mampu menjawab dan dapat menampilkan kompetensi emosi sosial anak
dalam proses pembelajaran.

Pendidikan anak seutuhnya yang terkait dengan berbagai aspek seperti
emosi, sosial, kognitif pisik, dan moral belum dapat dikemas dalam
pembelajaran di sekolah secara terintegrasi. Sementara pendidikan sejati
adalah pendidikan yang mampu melibatkan berbagai aspek yang dimiliki
anak sebagai kompetensi yang beragam dan unik untuk dibelajarkan. Bukan
anak dibelajarkan untuk di tes dan di skor saja !.

Pendidikan sejati bukanlah paket-paket atau kemasan pembelajaran yang
berkeping-keping, tetapi bagaimana secara spontan anak dapat terus
menerus merawat minat dan keingintahuan untuk belajar. Anak mengenali
tumbuh kembang yang terjadi secara berkelangsungan dalam kehidupannya.
Perilaku keingintahuan -'curiosity' inilah yang banyak tercabut dalam
sistem persekolahan kita.

Akademik Bukanlah Keutuhan Dari Sebuah Pendidikan !

'Empty Sacks will never stand upright'—George Eliot

Pendidikan anak seutuhnya tentu saja bukan hanya mengasah kognitif
melalui kecakapan akademik semata! Sebuah pendidikan yang utuh akan
membangun secara bersamaan, pikiran, hati, pisik, dan jiwa yang dimiliki
anak didiknya.

Membelajarkan secara serempak pikiran, hati. dan pisik anak akan
menumbuhkan semangat belajar sepanjang hidup mereka. Di sinilah
dibutuhkannya peranan guru sebagai pendidik akademik dan pendidik
sanubari 'karakter'. Dimana mereka mendidik anak menjadi 'good and
smart'-terang hati dan pikiran
Sebuah pendidikan yang baik akan melahirkan /'how learn to learn'/ pada
anak didik mereka. Guru-guru yang bersemangat memberi keyakinan kepada
anak didiknya bahwa mereka akan memperoleh kecakapan berpikir tinggi,
dengan berpikir kritis, dan cakap memecahkan masalah hidup yang mereka
hadapi sebagai bagian dari proses mental. Pengetahuan yang terbina
dengan baik melibatkan aspek kognitif dan emosi, akan melahirkan
berbagai kreativitas

Thomas Edison mengatakan bahwa 'genius is 1 percent inspiration and 99
percent perspiration '.
Semangat belajar —'encourage' - Tidak dapat muncul tiba-tiba di diri
anak. Perlu proses yang melibatkan hati—kesukaan dan
kecintaan— belajar_ Sementara di sekolah banyak anak patah hati karena
gurunya yang tidak mencintai mereka sebagai anak.

Selanjutnya misi sekolah lainnya yang paling fundamental adalah
mengalirkan 'moral litermy' melalui pendidikan karakter.
Kita harus ingat bahwa kecerdasan saja tidak cukup. Kecerdasan plus
karakter inilah tujuan sejati sebuah pendidikan (Martin Luther King,
Jr). lnilah keharmonisan dari pendidikan, bagaimana menyeimbangkan
fungsi otak kiri dan kanan, antara kecerdasan
hati dan pikiran, antara pengetahuan yang berguna dengan perbuatan yang
baik ….

PENUTUP

Mengembalikan pendidikan pada hakikatnya untuk menjadikan manusia yang
terang hati dan terang pikiran— 'good and smart'— merupakan tugas kita
bersama. Melakukan reformasi dalam pendidikan merupakan kerja keras yang
mesti dilakukan secara serempak, antara sekolah dan masyarakat,
khususnya antara guru dan orangtua. Pendidikan yang ada sekarang ini
banyak yang tidak berorientasi kepada kebutuhan anak sehingga tidak
dapat memekarkan segala potensi yang dimiliki anak. Atau pun jika ada
yang terjadi adalah ketidakseimbangan yang cenderung memekarkan aspek
kognitif dan mengabaikan faktor emosi. Begitu juga orangtua. Mereka
berkecenderungan melakukan training dini kepada anak. Mereka
inginanak-anak mereka menjadi 'SUPERKIDS'. Inilah fenomena yang sedang
trend akhir-akhir ini.

Inilah juga awal dari lahirnya era anak-anak karbitan ! Lihatlah
nanti…ketika anak-anak karbitan itu menjadi dewasa, maka mereka akan
menjadi orang dewasa yang ke kanak-kanakan.

Ditulis oleh Dewi Utama Faizah*)
Bekerja di Direktorat pendidikan TK dan SD Ditjen
Dikdasmen, Depdiknas, Program Director untuk Institut Pengembangan
Pendidikan Karakter
Divisi dari Indonesia Heritage Foundation..

Label:

Ali (nama samaran, red) temennya Hanif sedang main di rumah.
Lalu kutawari makanan di stoples "Ali, mau nih, biskuit"
"nggak"...
ya wis...main deh sama Hanif...
"Ali, main ini nih " kusodori playdough dari adonan tepung.
Kulanjutkan pekerjaanku...(halah sok sibuk, apa sih pekerjaanmu Bu,
selain buka e-mail & chatting...he)
"Kok ini nggak ada rasanya" kata Ali
Eh...apanya yang nggak ada rasanya, pikirku, ku lihat Ali, lha apa
yang dia makan, katanya nggak mau biskuit...
Oow....dia memakan...playdough.....!!!

"Wah, Ali itu bukan buat dimakan, tapi buat di mainin, dibuat apa gitu, bola, cacing...
Ayo lepeh..lepeh...kumur yuk...haduh panik campur geli, apa dah
ketelen...apa nggak....
sementara Ali cuman senyum-senyum. Ternyata dia belum pernah main
playdough (adonan tepung) dirumahnya.

Label:

Ketika kita memberi nama pada anak, tentu ada do'a dan harap yang menyertainya,walau mungkin tidak terlalu eksplisit, atau hanya sekedar menyelinap dalam hati.

Akmal Abdul Kariem, begitu nama yang saya berikan pada anak pertama. Saya dan suami rancang nama itu sebelum melihat "performance" nya. Yang pasti saya berharap anak pertama saya menjadi Anak yang memiliki banyak kelebihan, pintar, cakep (kaya Ayahnya...he tong Ge eR Yah!), tapi saya ingin anak ini dengan kelebihannya dia bisa bermanfaat bagi Agamanya kelak, senang berbagi, helpfull, dermawan. Maka saya pilih nama itu Akmal Abdul Kariem. Alhamdulillah, ketika ia lahir saya begitu terpesona, jatuh cinta pada pandangan pertama (he3...seperti ketika melihat Ayah pertama kali...:), putih bersih, sampai saya kira ia anak perempuan...

Alhamdulillah ia juga memang pintar, tekun, serius, persis Ayahnya..persis banget...fotocopy...kaya' dikloning...:)

Tinggal melatihnya untuk senang berbagi, ketika ia mengalami kesulitan untuk berbagi, saya kerap mengingatkan arti namanya, dan hikmah-hikmah berbagi, dan karena Akmal anak yang serius:), dia begitu menghayati nasihat saya tentang arti namanya. Alhamdulillah... sekarang dia mudah sekali berbagi, sampai minggu lalu ketika dia bawa 6 pensil baru, pulang tinggal bawa 3, katanya dia bagi ke temennya karena kasihan pensilnya cuman 1, dan yang 1 lagi karena pensil temannya sudah jelek...Subhanallah Alhamdulillah...

Hanif Imaduddin, nama anak kedua. Sama dengan Akmal , saya dan suami merancang nama ini sebelum melihat performancenya. Karena ketika hamil Hanif, Akmal sudah cukup besar, sudah tampak karakternya, saya berharap anak kedua ini bisa melengkapi Akmal. Akmal yang secara emosi suka saklek, tegas, saya berharap anak kedua lebih lembut, baik....hanif lah....Saya pengen anak saya ini nanti berjuang untuk Agamanya, menjadi penegak Agama, kalau dia mau jadi Ulama yang bijaksana.

Alhamdulillah, harapan saya dikabulkan oleh Allah SWT, Hanif di usianya sekarang sudah tampak sifat "hanif"nya, jarang sekali dia membuat masalah,pembawaannya yang easy going, emosinya yang relatif terkelola dengan baik, membuat dia so nice...hanif. Seringkali dia "menasihati" Mas yang kadang masih suka terpancing amarahnya...."udah Mas nggak usah dipikir, sabar aja, nanti kalau sabar dapat yang lebih bagus" dan menasihati temannya tadi "Zam, kalau teman pelit, jangan ditendang, seperti Mas kalau ada teman nakal,menjauh aja, masuk ke rumah, bilang sama ibu ada teman yang nakal"

Alhamdulillah, Subhanallah....

Jadi buat temen-temen dan spesial buat Adikku Aldi dan Ratna yang pasti dah mulai hunting nama, coba di hayati dulu apa do'a yang ingin kita panjatkan kepada Allah SWT, kemudian carilah nama yang tepat, karena nama adalah do'a kita...

Jadi teringat zaman Mamah dan Bapak yang ngasih nama berdasarkan tren nama saat itu + gabungan nama Mamah & Bapak, maka jadilah nama Roni Mulyahardi dan Lita Edia Harti yang merupakan gabungan nama dari Bapak Edi Ahmad Mulyadi dan Mamah Titi Suharti, apalagi Adik yang saya masih inget bagaimana Bapak mengumpulkan majalah BOBO ngumpulin nama dari kolom sahabat pena...jadilah namanya rada lain Ratna Mutia Suci....teuteup ada penurunan dari nama Bapak dan Mamah walau lebih sedikit...:)

Alhamdulilllah semua nama ini bagus, tak malu kalau dipanggil teman-teman....

Label:

Meningkatnya tingkat pendidikan orangtua dan meningkatnya persaingan di dunia kerja (yang dirasakan orangtua), sedikit banyak berpengaruh pada bagaimana mereka mendidik anak-anak. Tak heran kini sering sekali terdengar, bagaimana antusiasme orangtua dalam mendidik anak-anak. Metode mengajarkan membaca, menghitung, bahasa asing pada anak pra sekolah (bahkan untuk bayi) begitu diminati oleh para orangtua. Kursus bahasa asing, kursus berhitung cepat, kursus yang berkaitan dengan bakat, laris bak kacang goreng.

Hal ini juga pernah saya alami, walau tak sedahsyat yang dialami orang lain (mungkin).
Ketika mengasuh anak saya yang pertama, walau berusaha tetap berpegang pada prinsip pengasuhan yang saya pahami, saya berusaha menstimulasi anak saya secara sistematis, karena masa prasekolah diyakini sebagai masa emas (golden age) kata pra ahli.

Didukung oleh karakter anak saya yang serius, klop sudah dengan niat saya untuk mengajarinya secara "sistematis". Proses mengajarkannya saya selalu usahakan dengan cara bermain, cara yang menyenangkan. Saya tak ingin merusak masa kanak-kanaknya. Ketika teman-temannya belajar dengan gaya yang lebih serius, saya berusaha mencari metode-metode dalam kerangka fun learning. Hasilnya memuaskan, di usia pra sekolah ia telah lancar membaca, menghitung dan menulis. Padahal saya mengajarkannya dengan santai lho, fun learning gitu...saya yakin tidak melakukan kesalahan, dalam arti merusak masa kanak-kanak anak saya dengan "belajar yang serius". Saya yakin dunia anak adalah bermain. Minat belajar, minat membacanya juga sangat bagus, karena saya membacakan buku sejak bayi.

Dengan kompetensinya tersebut, saya optimis dia tidak akan mengalami kesulitan di dunia sekolah. Namun apa ,mau di kata...di usia sekolahnya...saya malah mengalami kesulitan. Anak saya mogok sekolah!

Duh rasanya bingung sekali, awalnya saya curiga sekolahnya yang nggak bener. Memang sih ada hal-hal yang kurang bagus. Saya coba komunikasi dengan sekolah. Sedikit-sedikit keluhan saya ditanggapi oleh sekolah, saran-saran saya mereka terima dengan baik dan perbaikan-perbaikan pun dilakukan. Tapi anak saya tetap mogok!

Alhamdulillah, komunikasi saya dengan anak cukup baik, semua aspek yang mungkin mengganggu, saya gali semua. Setelah semua saya nilai sudah ok, anak saya kok ya tetap mogok.

Saya telp rekan saya, konsultasi ke psikolog yang kebetulan sahabat saya, yang tahu anak saya dari sejak kecil. Setelah mendengarkan kebingungan-kebingungan saya, dia bertanya "apa saya sering bermain dengannya?" "apa ia ada kesempatan untuk berekspresi beragam emosi: terkejut, misalnya". Saya menjawab di lingkungan rumahnya sekarang ia ada banyak kesempatan bermain dengan teman-temannya (bermain sepeda). Lalu teman saya menjelaskan kalau beda lho bermain bersama teman, dengan bermain bersama orangtua. Efek terhadap perkembangan emosinya berbeda. Bermain dengan teman penting, bermain dengan orangtuapun tak kalah penting.

Deg! Awalnya ada perasaan menolak untuk mengakui kesalahan....
Telpon saya tutup, dan saya merenung.
Apa mau di kata, benar apa kata teman saya.Mungkin stimulasinya benar, fun ...tapi kesempatan atau porsi waktu dia untuk bermain bebas: kurang! Apalagi bermain bebas dengan saya, kurang. Stimulasinya kebanyakan motorik halus dan kognitif.

Anak saya menjadi anak yang kaku, kurang berani, kurang insiatif, kurang percaya diri, takut pada situasi baru.....

Hal ini berbeda dengan anak kedua saya yang memiliki sifat berlawanan dengan kakaknya. Berbeda karena selain karakter bawaannya berbeda, saya mengasuhnya dengan cara berbeda. Anak kedua lebih banyak saya lepas untuk bermain sebebas-bebasnya.

Ketika bermain bebas, anak punya inisiatif untuk memilih permainan, menciptakan permainan, role playing, berekspresi bersama teman-teman, bertengkar, menyelesaikan masalah, terkejut, menangis, tertawa terbahak-bahak. Ekspresi emosi bisa mengalir sepuasnya.


So ternyata bermain bebas...sebebas-bebasnya penting banget. Saya coba ubah cara saya mengasuh anak pertama, saya beri dia kesempatan untuk bermain yang seru-seru, permainan motorik kasar, yang penuh tantangan. Permainan seru-seruan dengan teman-temannya dan juga dengan kami orangtuanya.

Alhamdulillah hari ini dia sekolah dengan senyuman, semoga besok dan seterusnya dia selalu tersenyum.

Label:


Sedang duduk-duduk, tidak sedang membicarakan apapun.
Akmal tiba-tiba berkata "Bu, do'akan Akmal supaya bisa masuk surga ya..."
Cukup kaget saya...duh anakku, begitu bersih hatimu, sehingga hanya itu keinginanmu
Dengan sedikit tercekat...saya menjawab...
"Ya, Mal tentu saja, ibu selalu berdo'a agar kelak kita semua berkumpul di surga"