Label:

Menyelaraskan minat kita dan pasangan dalam ruang yang namanya berkeluarga, bukanlah hal mudah. Demikian pula pada diri kami. Sudah 7 tahun menikah, tapi ketidaknyambungan minat dan hobi masih terjadi, dan mungkin akan terus terjadi ya..

Saya adalah kolektor buku, artinya senang ngmpul-ngumpulin buku, bacanya urusan belakangan lah..he... Namun suami nggak terlalu suka akan hobiku ini, konkretnya beliau tak pernah menawari saya untuk membeli bahan bacaan, dan kalau diriku meminta izin membeli, beliau lammmaa sekali untuk mengizinkan.

Akhir-akhir ini harga bukusemakin merangkak naik, dengan demikian semakin sulitlah diriku mengoleksi buku. Padahal lagi kepengen banget baca buku Asma Nadia, bu Ira, dan buku-buku lain yang menarik.

Kadang-kadang ngelamun,membayangkan beliau bisa berubah. Bermimpi, sepulang kantor dia memberikan kejutan berupa buku-buku. Ah....bener-bener deh...impian yang terlalu impian.

Sampai akhirnya ada kejadian lucu kemarin. Hari sabtu,kita ke margo city depok, dengan bujuk rayu akhirnya kita bisa masuk ke toko buku gunung agung. Ah sayang, buku yang ingin ku baca, tak ada sampelnya, semua masih disegel. Hik.

Kubilang pada misua "Yah, pengen banget baca buku Asma, tapi mahal banget ya" Ngarep-ngarep beliau berkata "Ya,nggak pa-pa beli aja" He....ngimpi, nyatanya beliau berkata singkat "Iya" Glek!

Esoknya kala aku mencuci piring, suami lagi duduk di meja makan, di dekatku.Ia berkata:
" Bu, nanti ke toko buku yang besar yuk"
"(Wow, duh ngimpi apa aku semalam, kataku dalam hati). Toko buku mana ya, yah? Gramedia Matraman?"
"Heh, bukan, di juanda."
"Juanda? Memang ada toko buku?" Ting Nong...o ow...sebentar.... sepertinya.....apa aku salah? "Eh toko pupuk ya?" aku tersadar akan kesalahan pendengaranku dan menebak-nebak apa yang seharusnya ku dengar.
"Iya toko pupuk yang itu lho, yang....bla...bla...bla..."
Gubrak dah ternyata aku salah dengar....saking berharapnya.........

Yah begitulah...aku sang kolektor buku...dan suami sang kolektor tanaman.....kapan kita bisa sama-sama menjadi kolektor buku dan tanaman??? Who Knows?

Label:

Tanggal 20 Juli kemaren, dicanangkan Hari Tanpa TV. Alhamdulillah sejak sebulan terakhir ini, Akmal dan Hanif dah lama nggak tertarik sama TV. Karena di lingkungan rumah kami banyak sekali anak-anak seusianya, so mereka lebih senang bermain dengan teman-teman mereka. Desain lingkungan rumah tak berpagar juga semakin memudahkan anak untuk bersosialisasi."Tinggal nyebrang,bu" kata hanif. Artinya kalau dia mau ke rumah teman, tinggal ngelompatin tembok pembatas rumah.

Selain bermain bersama teman, Hanif yang sebagian besar waktunya masih di rumah, karena masih berusia pra sekolah, mulai menjalani homeschooling bersama saya_ibunya. Jadi waktunya terisi untuk menyelesaikan buku aktivitas mewarnai, menyambung titik, dan aktivitas-aktivitas lainnya.

Bagaimana anak-anak bisa menjauh dari TV, ada sedikit tips yang bisa di bagi:

Pertama, Jangan Memulainya!

Tak mungkinlah anak yang pertama kali mengenalkan TV pada dirinya sendiri, karena para bayi tentu tak bisa menyalakan TV sendiri. Biasanya anak mengenal TV dimulai dari kebiasaan orangtua menjadikan TV sebagai media hiburan untuk anak, dan kemudian dilanjutkan dengan menularkan kebiasaan itu pada anak,dengan menjadikan TV menjadi media hiburan anak

Kedua, Bermain bersama

Dunia anak adalah bermain, maka ajaklah mereka bermain. Supaya lebih asyik, carilah teman untuk mereka. Jika mereka memiliki kesempatan untuk bermain yang mengasyikkan, nisaya mereka tidak akan tertarik pada TV_yang nyata-nyata tak pernah bisa memberikan permainan yang menyenangkan.

Ketiga, Berikan alternatif hiburan.

Hiburan penting bagi siapa saja, termasuk juga anak. Media TV adalah hiburan yang paling gampang disajikan. Tapi yang gampang ini kelak akan membuat kita sebagai orangtua repot dan kesal. Sediakanlah media-media yang dapat menyalurkan emosi anak, seperti buku, peralatan menggambar, lem, gunting, kertas, kardus, alat musik, kaset lagu anak-anak, dll.

Sehubungan dengan tips ketiga, apakah VCD edukatif atau TV Kabel termasuk media hiburan alternatif? Saat ini saya amati,dengan adanya kesadaran orangtua untuk menjauhkan anak dari acara TV yang tidak bermutu, orangtua kemudian mensubsitusinya dengan VCD edukatif atau TV kabel. Memang satu sisi, lumayanlah, anak jadi tidak menonton acara tak bermutu, tapi sebenarnya hasilnya tak jauh berbeda. Anak jadi pasif di depan TV, kalo sudah jadi kebiasaan bisa berjam-jam lho, waktunya habis untuk menonton, dan kemudian bisa ditebak kelak kemudian hari, orangtua akan mengeluh dan kerepotan menghadapi kebiasaan tersebut, karena anak gak mau belajar, sulit dimintai tolong, kegemukan, dlsb.

Gunakanlah VCD sebagai media belajar anak, jika anak sudah bisa bermain dengan teman sebayanya, dan sudah senang beraktivitas yang sifatnya lebih aktif.

Label:

Dalam tabloid nova edisi minggu lalu, saya membaca artikel favorit saya yaitu artikel psikologi asuhan ibu Rieny Hasan. Dalam artikel tersebul bu Rieny memberi sedikit penjelasan dan motivasi untuk memperbanyak rekening bank emosi. Beliau menjelaskan bahwa:

"Tabungan emosional yang positif adalah buah dari interaksi yang dilandasi sikap saling menyayangi,menghormati,dan penuh kasih sayang. Kita perlu memiliki investasi ini karena dalam perjalanan hidup kemudian hari bisa saja terjadi ketaksepahaman, perbedaan kepentingan, atau rasa marah, yang bila kembali ke pengalaman-pengalaman sebelumnya akan membuat kita punya banyak ma'af,pemahaman, toleransi,dan yang terpenting adalah rasa percaya....."

Terinspirasi tulisan tersebut, saya jadi teringat pada bapak. Bapak saya orangnya senang menolong, sebisa mungkin akan menolong baik tetangga maupun saudara yang kesusahan. Saat ini bapak sudah mulai menua, di rumah tinggal dengan mamah + adik dan suaminya. Akhir-akhir ini beliau sering sakit-sakitan, dan dengan rekening bank emosi yang beliau miliki,saat-saat yang sulit bisa beliau lewati karena datangnya pertolongan Allah SWT melalui tetangga, saudara atau kerabat.

Lalu juga jadi teringat.....bagaimana dengan rekening bank emosi miliki. Adakah? Kosong? Atau masih sedikit? Ya rekening bank emosi saya masih sedikit. Silaturahmi dengan kerabat, saudara dan tetangga masih minim, even by phone juga masih sangat jarang. Padahal hidup pasti tak selamanya mampu kita hadapi sendiri. Lalu apa lagi yang ditunggu. Yuk segera rencanakan dan lakukan silaturahmi,minimal lewat telpon...