Label:

"Baca buku? Ah saya sih ibu rumah tangga tulen, kalau saya nambah aktivitas, pekerjaan rumah bisa terbengkalai"

Eng, saya bengong, asli terpana dan tersindir mendengar ucapan itu. Kena banget! Bener juga ya, apa karena saya masih nyempet-nyempetin buat baca, jadi keteter urusan teknis rumah tangga. Heu...bukan ibu rumah tangga sejatikah saya? Tapi mau gimana lagi, karena dengan baca saya bisa enjoy dan happy. Begitupun dengan menulis.

Hmm, sempet merasa bersalah. Tapiii, akhirnya mah teuteup yang muncul adalah defence.
Begini defence saya...

Di saat sekarang ini kan ilmu cepet sekali berkembang. Misalnya saja sederhana tentang susu. Dulu kita dikenalkan dengan menu sehat, 4 sehat 5 sempurna, yang ke 5 susu. Dan dari dulu yang populer adalah susu bubuk. So, tugas kita nih, ibu-ibu nyediain susu dong, buat anak-anak dan suami (kalo buat ibu...ya ntar ye itung budget dulu...begitu deh biasanya ibu-ibu:). Walaupun istilahnya pelengkap, nggak tau kenapa ya, susu memang jadi penyempurna menu,so susu jadi prioritas, ada budget khususlah buat susu, dan kita akan khawatir anak akan kurang gizi karena susu.
Tapi ternyata oh...ternyata...dengan semakin terbukanya arus informasi, sekarang niy diketahui kalo yang bagus tuh bukan susu bubuk, gizinya dah kegerus proses pengeringan, minimal-minimalnya pake susu tuh yang UHT, kalo bisa yang asli alias susu murni langsung dari sapi.

Nah loh kalo nggak "ngapdet" ilmu lewat baca piye toh? Bisa-bisa kita salah kasih menu, salah satu tugas utama seorang ibu.

Setelah mengalihkan susu dari bubuk ke UHT, yang perlu proses menjelaskan ke anak-anak dan memotivasi anak-anak untuk mau minum UHT, ternyata ada kesempatan berlangganan susu sapi mentah, langsung deh ganti lagi jadi konsumsi susu murni. Walau berasa jadul karena susunya harus direbus dulu. Tapi memang begitulah yang terbaik, dijalani saja.

Pfhh lega rasanya sudah memberikan yang terbaik.

Eh baru juga merasa lega, si Ibu sudah baca ilmu yang lainnya kalo ternyata susu sapi tidak diperlukan oleh manusia,alias nggak perlu minum susu...waaa,pendapat apa lagi tuh.Kalo yang terakhir ini masih polemik dan saya belum menjatuhkan pilihan, walau dari penjelasan pendapat itu make sense, dan menggoda saya untuk berganti aliran:), tapi belum deh,untuk saya sendiri dah ganti susu jadi susu kedelai, anak-anak masih UHT dan susu murni.

Repot bener memang ibu yang satu ini, suami aja sampe suka keder, karena pulang kantor suka diadvokasi ini itu sesuai dengan perkembangan ilmu yang ada,ha...ha..ha.
Alhamdulillah misua orangnya pengertian dan percaya penuh deh, jadi sip...sip...sip, bisa langsung nerapin ilmu-ilmu baru.

Begitu juga dalam hal pendidikan dan pengasuhan, banyak banget perkembangan baru, kalo kita nggak belajar, hanya meniru cara orangtua atau menerapkan pola asuh yang merupakan koreksi dari pola asuh orangtua kita, rasanya kurang pas.

So, akhirnya saya keukeuh untuk selalu belajar dengan membaca dan menulis, hi..hi..seperti anak kelas 1 SD...calistung! Membaca buat update ilmu, menulis buat refreshing dan berbagi, dan tak lupa menghitung anggaran (teu nyambung dengan topik ini mah)

Lewat defence saya kali ini juga mau memberi apresiasi kepada para ibu yang mau update ilmunya sebagai Ibu Pembelajar..ke..ke..ke...gaya sekali. Boleh donk sekali-kali biar ibu-ibu percaya diri dan memiliki penghargaan diri. Kalo ibu sudah memiliki penghargaan diri yang bagus dan kemudian menjadi happy, siapa lagi yang mendapat cipratan kebahagiaan itu kalo bukan anak dan suami, ya tidak? Heu...heu maksa...

Dengan menjadi ibu pembelajar, maka itulah ikhtiar para ibu untuk memberikan yang terbaik pada anak dan suaminya, dan mudah-mudahan menjadi jalan untuk menjalankan amanahnya dengan baik. Dengan menjadi ibu pembelajar juga mudah-mudahan bisa menjadi inspirasi bagi anak-anak untuk menjadi manusia-manusia pembelajar. Ya masa kita dorong-dorong anak buat belajar, tapi kitanya dah nggak mau belajar. Padahal cara paling efektif untuk mendidik anak adalah melalui contoh konkrit.

Menjadi ibu pembelajar selain diperlukan motivasi juga diperlukan support yang kuat dari pasangan dan juga anak-anak. Maka komunikasi adalah hal yang mutlak dilakukan.

So, yuk ah jadi ibu pembelajar!

Label:

Ketika kedua anak saya sakit panas tinggi secara bersamaan, dan saya kebetulan nggak ada asisten rumah tangga, sempet bingung bagaimana agar anak-anak mau istirahat tenang di kamar. Saya nggak bisa nemenin karena banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan, so akhirnya apa solusinya?

Dengan sangat….sangat…terpaksa TV menjadi solusinya. Padahal, sebelum mereka sakit , mereka juaraaaang banget inget sama TV, mereka lebih seneng main dengan teman-teman, atau berkreasi dengan menggunakan kertas, crayon, gunting, lem, isolasi. Yah apa mau dikata, saya pikir nggak apa-apalah untuk sementara.

Tapi ternyata oh ternyata, setelah sembuh, TV teuteup menarik buat mereka. Bangung tidur, nonton,kalo lagi bosen nonton…duh bikin,,,gimana gitu ya liat mereka pasif begitu, apalagi kalo baru bangun tidur, kayanya nggak sehat banget, mending kan mereka ada aktivitas motorik biar sehat dan tambah lincah.

Gimana ini…mikir….mikir….mana kalo pagi begini, lagi puncak-puncaknya sibuk, masak buat bekel dan sarapan, sekaligus sambil ini itu lainnya. Nemenin anak maen nggak mungkin banget!

Eh Alhamdulillah ada ide…

“Akmal mau jadi detektif nggak?”

“Apa bu?”

(Hmm, penasaran kan nak???)

“Jadi detektif !!!” seruku

“Mau…mau”

(He, padahal dia belum ngerti tuh apaan jadi detektif tuh maksudnya)

“Nif, mau jadi detektif nggak?”

“Nggak mau, Hanif mau nonton”

(Wah…Hanif dah nyangkut nih mata dan hatinya ke TV,tapi tenang ia akan cepat tergoda, tunggu saja)

“Gini Mal, coba kamu cari mobil merah ada di rumah no berapa di kompleks ini”

(Akmal bengong…ooo. Itu toh maksud ibu)

“Ah gampang bu!”

Terus Akmal keluar rumah. Alhamdulillah

“Tuh bu, E1, avanza merah, tulisannya Telkom”

(Deu itu sih gak perlu bergerak, lha dah keliatan dari pintu rumah)

“Maksudnya cari di seluruh kompleks ini (sebagai bayangan kompleksnya hanyalah kompleks kecil dengan jumlah rumah: 50 rumah saja)”

“Ooo, yuk Nif”
“Ayo Nif nanti ibu kasih hadiah”

“Apa bu hadiahnya?”

“ Mmm, kita beli cemilan ya”

”Asik, ayo Nif…”

Akhirnya mereka keluar rumah juga, keliling komplek, lumayan olahraga

“Bu udah bu, rumahnya Lala ada mobil Kuda merah)

“Ada lagi…” kataku “dah nyampe gerbang belon?”

“Belum…cape”

“Ya udah nggak pa2, yuk kita beli cemilan”

Pfhh Alhamdulillah, mereka bisa lepas dari kebengongan dan kepasifan dari TV

“Bu, besok aku mau jadi detektif lagi”

“Ok deh”

“Tapi hadiahnya beda lagi ya bu”

“Iya deh”

Besoknya…

“Bu apa tugas detektif hari ini bu?”

Oh iya, ya…apa ya…

“Cari motor H*nd* yang ada di kompleks ini”

“Ah gampang, ayo Nif”

Dua detektif itu pergi keluar rumah menjalankan misinya.

Alhamdulillah hari ini mereka dah nggak inget sama TV

“Bu, udah bu, di rumah ini…dan ini…(lupa tadi no berapa rumahnya kata mereka,maklum ibu-ibu memorinya dah tulalit)”

“Ok deh, hadiahnya playdough ya…”

“Asik!!!”

Jadilah kami mencampurkan terigu, sedikit air dan sedikit minyak goreng, siap untuk dimainkan…cetak…cetak…cetak…membuat ini…itu, permainan favorit mereka

Label:

Ketika kita dilamar oleh calon suami, duh rasanya seperti terbang ke langit, bahagiaaaaa banget. Sejuta cita-cita digantungkan juga di langit…hmmm. Menikah, lalu punya anak, wiiih bahagia banget deh kebanyangnya.

Hari pernikahan tiba, bener loh ternyata bahagia banget. Apalagi sebulan setelah menikah, Alhamdulillah langsung positif hamil, benar-benar nikmat yang tak terkira, benar-benar luar biasa, bahagia.

Setelah anak pertama lahir, banyak sekali tamu yang berdatangan, mengucapkan selamat,lagi-lagi rasa bahagia itu menyelusup dalam jiwa. Apalagi Alhamdulillah bisa juga menyusui setelah berusaha keras karena tidak tahu bagaimana caranya, bahagia melihatnya menghisap ASI dengan semangat. Lega rasanya, bahagia karena haknya tertunaikan.

Memasuki bulan-bulan berikutnya, senang sekali melihat perkembangannya. Tengkurap pertamanya, duduk pertamanya, merangkak dan berjalan, tak lama kemudian ia bicara. Alhamdulillah…bahagia melihatnya.

Dua tahun pertama rasanya “mudah” menjadi ibu, memasuki tahun kedua…eng…ing…eng…pfhh ternyata perlu energi yang cukup besar untuk “bahagia” menjadi seorang ibu. Temper tantrum, merengek, memaksa, cerewet, mengacak-ngacak rumah,nggak mau diatur, melawan,dan lain sebagainya-dan lain sebagainya bisa bikin kita takjub plus stress. Ditambah tugas kita sebagai istri dan ibu yang kebanyakan multitasking penuh tuntutan dan miskin penghargaan, gubrak dah, ternyata “tidak mudah” menjadi ibu. (Deu buat yang belum jadi ibu, jangan ngeper ye…ntar kan dikasih tips-tips untuk melewati masa-masa seperti ini, he3 sok tau juga nih

Ketika kita misalnya merasa kelelahan, tertekan, dan sering BT, harus segera ditangani donk. Jangan dibiarkan bisa blunder,…anak-anak bisa kena damprat padahal nggak salah-salah amat. Kebutuhan-kebutuhan mereka juga sering jadi terbengkalai.

Bagaimana caranya?
1. Menyadari kalo kita sedang tidak nyaman dan kenapa sampe tidak nyaman. Apakah bosan dengan rutinitas, terlalu lelah, kurang waktu akan diri sendiri, atau bermasalah dengan suami, atau malah ternyata sedang kurang sehat? Hmm, temukan akar permasalahannya
2. Setelah ketemu akarnya, pikirkan donk bagaimana solusinya. Jenuh berarti bikin variasi aktivitas. Jadwal aktivitas kita setiap harinya kan nggak mesti sama. Bisa kita tukar-tukar, atau kita hilangkan, diganti dengan aktivitas yang lain. Biasanya OL malam, sekali-kali OL siang-siang, atau biasa baca buku malam ya sekali-kali siang dipakai baca, rumah terlihat absurd karena diporak poranda anak-anak, nyantei aja lagi, sekali-kali aja kok.
3. Rencanakan cara untuk memanjakan diri sendiri. Kalau saya kadang mulai dengan hal yang sederhana seperti mandi dengan air hangat, hmm lumayan loh buat relaksasi, atau tidur siang bareng anak-anak, setrikaan numpuk, ya sekali-kali nggak apa-apa kan bisa dikerjakan besok. Luangkan waktu untuk santai sejenak…
4. Setelah kita charge energi, waktunya kita untuk merenung sejenak. Memberikan Nilai (value) pada apa yang sedang kita lakukan sekarang, Ketika kita merasa aktivitas kita memiliki Nilai, kita secara fitrah akan merasa bahagia, ya tidak? Di rumah bukan berarti tidak ada ruang untuk aktualisasi diri. Mengasuh anak sebenarnya adalah investasi kita dunia dan akhirat, kalau kita kesulitan untuk memberikan nilai positif terhadap aktivitas mengasuh anak, baca atikel atau buku yang mendukung hal ini, dijamin deh mak nyess, hati akan menjadi lembut,karena kita merasa bahagia kita masih diberi kesempatan untuk menunaikan amanah ini. Kalo masih kurang mak nyess, cari lagi bacaan tentang pasangan yang masih kesulitan memperoleh buah hati atau kehilangan buah hati. Dijamin deh kita akan merasa bermakna kembali. Kalo berminat dan memungkinkan, isi hari-hari kita dengan aktivitas lainnya yang bermakna bagi diri kita, misalnya aktivitas sosial. Jika kita merasa hidup kita bermakna, kita akan bahagia, Insyaa Allah
5. Ciptakan lingkungan yang mendukung.
Bicarakan dengan pasangan, apa yang sedang kita alami, dan dukungan seperti apa yang kita perlukan dari mereka. Bukan hanya dukungan psikologis loh,kalo memang merasa perlu dukungan secara fisik juga dikomunikasikan. Misal kita akan merasa teringankan sekali,jika suami membantu memandikan anak-anak. Bicarakan….bicarakan…kenali apa kebutuhan kita dan komunikasikan, seperti halnya pasangan juga ketika ada kebutuhan mengkomunikasikannya pada kita. Maksudnya ibu juga punya hak loh untuk meminta Ayah untuk membantu memenuhi kebutuhannya.
Tidak hanya pasangan, anak-anak juga bisa diminta dukungannya. Komunikasikan secara baik-baik pada anak misalnya ketika kita memerlukan waktu untuk istirahat, atau perlu waktu untuk diri sendiri, dengan bahasa sederhana tentu saja. Jika perlu dukungan secara fisik (yang wajar), bisa dikomunikasikan juga. Misal meminta mereka untuk membantu membereskan rumah. Jangan heran kalo ternyata kemampuan mereka membantu kita akan menimbulkan kebanggan pada diri mereka, kenapa?karena mereka menjadi merasa bermakna, selama kita berkomunikasi dengan cara yang enak bukan menyuruh sambil marah-marah, coba aja deh…
6. Menyadari bahwa kemampuan kita mengelola emosi ini akan menjadi contoh bagi anak-anak kita. So, semangat ya, jangan biarkan emosi kita terlunta-lunta, terabaikan dan tak terurus. Anak akan melihat bagaimana emosi yang sedang melekat pada kita. Anak saya tuh tau kalo saya cape saya akan lebih cepat terpancing untuk marah. Jangan heran deh kalo anak saya juga cepat terpancing marah kalo lagi cape. Tapi dengan membiasakan mengelola emosi dengan baik, ternyata anak juga menirunya loh. Kita adalah role model demikian pula dalam area Emotional Intellegence. Baik buruknya EI kita, akan mempengaruhi EInya anak-anak, so berusahalah….latihlah kemampuan kita mengelola emosi.


Begitu deh, semoga bermanfaat ya dan kita jadi bahagia selalu. Kalau ada yang mau menambahkan, silakan loh, ditunggu...

Kebahagian kita sebagai seorang ibu ini menjadi sangat penting karena ketika kita bahagia, anak akan bahagia juga. Anak bahagia? Bukankah itu yang kita harapkan.

Coba deh kita ingat-ingat ya bagaimana pengasuhan kita ketika kita bahagia dengan ketika kita lagi BT...hemm sungguh berbeda bukan? Kalo anak ngambek, kita lagi BT kita akan ngomel panjang lebar, tapi kalo kita lagi bahagia? Kita akan memeluknya dengan hangat dan berkomunikasi dengan penuh cinta.

Happy Mom, Happy Children

Tetap semangat!

Label:

Sudah menjadi kebiasaan di hari-hari terakhir ini, setiap pagi terjadi kehebohan. Bangun tidur Hanif menangis kencang sekali, mencari ibu. Ibu sudah pergi ke warung. Pulang dari warung, Hanif masih menangis dan dan selanjutnya meminta ibu MENGULANG secara kronologis semua kejadian ketika dia masih tidur tadi.:(
Jadi Hanif “pura-pura” tidur kembali dan ibu harus izin dulu ke hanif mau pergi ke warung, lalu pergi ke warung lagi.

Males banget deh apalagi waktunya sempit karena harusnya cepet-cepet ke dapur untuk menyiapkan sarapan dan bekel Ayah plus Akmal. Kalau saya perginya pura-pura juga, keluar rumah padahal bukan ke warung melainkan menyiram bunga, terus ketahuan, wah tambah rame deh nangisnya. Hanif akan cek apa saya pergi ke warung beneran apa bohongan, nggak kaci dia tidur “pura-pura”nya cuman sebentar terus ngecek deh.

Semua apa yang ia inginkan harus dituruti. Kalo ngggak langkah pertama dia manyun, kalo belum cukup dia akan nyungsep di kasur, kalo perlu dia akan banting pintu. Sering juga dia tidak peduli saya bilang apa, pokoknya kalo kata dia, dia pengen A maka dia akan berusaha A tercapai, alias ngotot.

Semua bisa jadi masalah, hal-hal sepele, bisa jadi panjang urusannya. Kondisi seperti ini bisa berulang-ulang dari pagi sampe malam. Hiks, perlu kesabaran sesabar-sabarnya menghadapinya.

Padahal Hanif tadinya anak baik, nggak bermasalah, jarang memancing marah, yang ada dia lucu dan lucu, tapi sekarang…toloooooong!!!! Pfuh teuteup saya nggak bisa marah. Yang sering adalah saya atau Hanif melakukan atau diminta TIME OUT. Terutama saya memisahkan diri untuk menghindari berkata yang tak perlu, bersikap berlebihan dan emosional.

Tapi lama-lama kalo keseringan Time Out juga khawatir anak merasa diacuhkan. So, saya mulai mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Pertama adalah dengan memahami bahwa di usianya yang sekarang adalah wajar dia bersikap demikian. Masa egosentris (yang penting AKU) semakin memuncak.

Di usia batita, kemandirian anak mulai terbentuk, sehingga ia berkeinginan untuk mengambil keputusan sendiri. Yang sering menimbulkan masalah adalah pilihannya sering tidak cocok dengan pilihan kita sebagai orangtua. Hal ini menyebabkan “keributan-keributan”.

Kedua yang saya lakukan adalah dengan memahami bahwa stimulus untuk marah ini adalah godaan dari syetan. Jadi berdo’a…berdo’a….dilindungi dari godaan syetan yang terkutuk, dan saya mengkomunikasikan hal ini pada anak-anak.

“Akmal sebenernya kalo ibu rasakan, setiap hari gantian, kalo Mas lagi baik, ade rewel, kalo Ade lagi baik, Mas rewel. Kayaknya tuh syetan cari celah biar ibu marah, nah tinggal diliat aja nih siapa yang menang ibu atau syetan”

Kalo dah begini Akmal akan mendukung sepenuh hati ibunya supaya menang dari syetan seperti sedang ada dalam perlombaan “Ayo bu! Ibu tuh sabar banget kok, pasti menang dari syetan”

Berkomunikasi dengan anak kita yang satu lagi, yang sedang tidak bermasalah, lumayan banyak memberikan energi untuk sabar. Karena ajaibnya anak-anak suka mengeluarkan nasihat-nasihat bijak dari mereka

Ketiga, meluruskan niat, ikhlas…berusaha ikhlas, inget sama Allah SWT membuat hati tenang.

Keempat, walau berat seberat-beratnya, jika saya sudah punya energi karena sudah menjalankan tiga step sebelumnya, saya akan menghampiri dan mengajaknya bicara. Menggendong atau memeluk akan mempercepat komunikasi yang enak antara kami berdua.

Kalau sudah begini….Alhamdulillah selesai….beres!.

Label:

Bener nggak ya...istilahnya, maksudnya waktu untuk diri sendiri.
Akhir-akhir ini begitu kehilangan waktu untuk diri sendiri, karena tugas bertambah...sebagai konsekuensi dari memberhentikan asisten rumah tangga. Mau nulis juga jadi susah banget. Niy mumpung long weekend, "terpaksa" sekarang mendelete jadwal membacakan buku anak-anak. Hanya sekarang kok, besok ya sudah balik lagi ke rutinitas biasanya. Soalnya dah "kebelet" banget pengen nulis, pengen melepas energi, pengen cari inspirasi, pengen melepas kepenatan...

Kadang yang namanya ibu-ibu, waktunya habis terkuras untuk orang lain. Bahkan saking terkurasnya sering melupakan kondisi dirinya. Saya mengenal seorang Ummi, yang akhir-akhir ini jarang terlihat. Ternyata Ummi ini sedang sakit, sudah cukup lama, dan yang bikin saya sedih dan berpikir, Ummi ini belum ke dokter. Padahal dokter ada yang deket, mudah sebenernya kalo niat. Hmm sebegitunyakah pengorbanan seorang ibu?


Sekali lagi saya menjerit dalam hati: "sebegitulah pengorbanan seorang ibu??"
Sampe harus terseok-seok, mengurus orang lain dan melupakan diri sendiri.
Kadang bukan karena orang sekitar tak memperhatikan, seringkali karena kita merasa tak layak mengurus diri sendiri. Padahal menurut saya sih,harus dipaksakan memiliki waktu untuk diri sendiri. Baik itu berkaitan dengan kesehatan, kesenangan, hobi. Kita layak dan berhak kok untuk mengurus diri kita. Karena kalo kita ambruk secara fisik dan psikologis, kan anak-anak dan suami juga kena imbasnya.

("bu...bu lagi apa sih, kok dari tadi nyalain komputer aja? lagi ceting ya?" Akmal nanya nih...paling gatel ya anak-anak kalo liat ibunya lagi asik sendirian:)

("bu nggak jadi bikin kopi ya? sekarang Ayah yang nanya...hmm...nggak bisa liat ibu-ibu nganggur ye...)

Yah begitu deh, susah memang punya Me Time, tapi harus dipaksakan, biar seger lagi, fresh lagi, nyelip-nyelip nggak pa2,yang penting Me Time, asik dengan dunia kita sendiri!

Egois??? Kadang berasa begitu ya, suami dan anak nggak keurus...tapi sekali-kali boleh donk....