Hati ini rasanya kering, mungkin karena terlalu banyak bicara tanpa ilmu. Terlalu banyak maksiat. Terlalu.....
Ingin rasanya hati ini disentuh, supaya lebih lembut.
"Bun, panggilan sayangku pada tetangga, hatiku kok rasanya kering ya..."
"Sini kubasahin..."katanya dengan nada bercanda
"Kuguyur ya...."
Hm, aku hanya tersenyum. Duh, tetangga, memang nikmat punya tetangga orang beriman, berada di dekatnya rasanya nikmat.
"Iya, Bun, pengennya sih dibasahin, diguyur, tapi nggak mau juga nih dikasih yang nggak enak2 (musibah/ujian)" Yach namanya manusia pengen enaknya ajah.
Tak lama berselang. Bunda, tetanggaku nelfon. Walau rumah kita sebelahan, dia suka berkomunikasi by phone juga. Yah hari hini, yang praktis2 aja kali ya, daripada ngetok pintu.
Akupun masuk sambil berpikir, apa ya yang bisa bikin hati ini basah.
Tak lama berselang, telfon berbunyi. Ow, ternyata Bunda. Ya, walau bersebelahan, Bunda sesekali menelfonku. Hari gini, praktis2 aja kali ya, dari pada ngetuk pintu:)
"Teh," sapanya. "Teh Eka nelfon, dia cerita, kalo dia kan suka ngisi pengajian ibu2. Katanya keempat ibu-ibu itu belum punya Al Qur'an Terjemahan, barangkali teteh punya lebih?"
Aku termangu. Ya, Rabb, beginilah kondisi umat saat ini. Kita bisa berkoar-koar ini dan itu. Tentang peradaban Islam, tentang penegakan syari'at, tentang politik, tentang kemenangan, tentang segala rupa yang ideal.
Tapi....nyatanya...di sini...di kampung ini....Al Qur'an pun mereka tidak punya. Bagaimana mereka bisa mengenal Rabbnya. Bagaimana mereka bisa mengenal Dienul Islam.
Ya Rabb....Hatiku basah....mengetahui secuplik mozaik kehidupan seperti ini.. Ketika di dalam pikiranku penuh dengan urusan dunia. Ternyata disekitarku sedang haus menanti ilmu tentang Islam. Ternyata mereka yang rindu pada Rabbnya ini tidak memiliki Al Qur'an. Ternyata mereka dengan serba keterbatasan, lebih semangat daripadaku. Tidak malukah kamu?
Ingin rasanya hati ini disentuh, supaya lebih lembut.
"Bun, panggilan sayangku pada tetangga, hatiku kok rasanya kering ya..."
"Sini kubasahin..."katanya dengan nada bercanda
"Kuguyur ya...."
Hm, aku hanya tersenyum. Duh, tetangga, memang nikmat punya tetangga orang beriman, berada di dekatnya rasanya nikmat.
"Iya, Bun, pengennya sih dibasahin, diguyur, tapi nggak mau juga nih dikasih yang nggak enak2 (musibah/ujian)" Yach namanya manusia pengen enaknya ajah.
Tak lama berselang. Bunda, tetanggaku nelfon. Walau rumah kita sebelahan, dia suka berkomunikasi by phone juga. Yah hari hini, yang praktis2 aja kali ya, daripada ngetok pintu.
Akupun masuk sambil berpikir, apa ya yang bisa bikin hati ini basah.
Tak lama berselang, telfon berbunyi. Ow, ternyata Bunda. Ya, walau bersebelahan, Bunda sesekali menelfonku. Hari gini, praktis2 aja kali ya, dari pada ngetuk pintu:)
"Teh," sapanya. "Teh Eka nelfon, dia cerita, kalo dia kan suka ngisi pengajian ibu2. Katanya keempat ibu-ibu itu belum punya Al Qur'an Terjemahan, barangkali teteh punya lebih?"
Aku termangu. Ya, Rabb, beginilah kondisi umat saat ini. Kita bisa berkoar-koar ini dan itu. Tentang peradaban Islam, tentang penegakan syari'at, tentang politik, tentang kemenangan, tentang segala rupa yang ideal.
Tapi....nyatanya...di sini...di kampung ini....Al Qur'an pun mereka tidak punya. Bagaimana mereka bisa mengenal Rabbnya. Bagaimana mereka bisa mengenal Dienul Islam.
Ya Rabb....Hatiku basah....mengetahui secuplik mozaik kehidupan seperti ini.. Ketika di dalam pikiranku penuh dengan urusan dunia. Ternyata disekitarku sedang haus menanti ilmu tentang Islam. Ternyata mereka yang rindu pada Rabbnya ini tidak memiliki Al Qur'an. Ternyata mereka dengan serba keterbatasan, lebih semangat daripadaku. Tidak malukah kamu?