Seorang anak gelisah saat orangtuanya sedang mengikuti arisan keluarga. Ia terus menerus merengek minta pulang.

"Ayo Ayaaaah...pulang"
"Sebentar nak..."

Begitu berulang-ulang, sang anak merengek meminta pulang, dan sang Ayah membujuknya untuk bertahan.

Kami yang mendengar percakapan itu tentu bertanya, ada apa gerangan? Ternyata sang anak teringat pada Playstation miliknya, dan ingin memainkannya.

Berapa usia anak tersebut? Kurang lebih baru berusia 4 tahun!

Bagi saya di usia 4 tahun, usia pra sekolah, seorang anak merengek meminta pulang dari acara sosialisasi untuk permainan yang sifatnya individual, sungguh mengusik perasaan.

Bermain bagi anak adalah senjata utama untuk mengembangkan seluruh aspek perkembangannya secara seimbang dan optimal, baik aspek perkembangan motorik, bahasa, kognitif, sosial dan emosi. Tapi permainan seperti apa?

Beberapa permainan individual, jika itu sangat dominan dilakukan justru akan mengurangi kesempatan motorik, bahasa, sosial dan emosinya berkembang. Contohnya adalah play station tadi.

Apa yang dilakukan oleh anak saat bermain playstation? Apakah ia berlari, memanjat, melompat? Apakah ia berkomunikasi dengan teman sebayanya? Apakah ia belajar untuk berbagi? Belajar menguasai emosi saat teman merebut mainannya? Sayangnya, tidak demikian! Ia hanya duduk dan berpikir, plus sedikit menggunakan otot tangannya.

Anak memang tampak cerdas. Ini yang terkadang menjadi sasaran orangtua. Anak seakan "canggih", melek teknologi dan cerdas. Tapi melihat betapa begitu banyak aspek perkembangan yang kehilangan untuk kesempatan untuk berkembang, bagi saya kecerdasan itu menjadi tidak bermakna.

Hal lain yang patut diwaspadai orangtua adalah masalah ketergantungan. Konon segala hal yang menyenangkan akan mengkondisikan otak untuk memproduksi suatu zat, yang mengakibatkan kecanduan. Kecanduan...ketergantungan
...seperti kitalah yang kecanduan fesbuk:)). Begitu kira-kira yang dirasakan anak yang sudah berkenalan dengan play station. Jika orangtua tidak cukup cerdas memberikan aturan atau batasan waktu bermain, maka anak akan teringat terus pada permainan tersebut, dan meminta untuk bermain dan bermain lagi.

Bagi saya pribadi, satu menit bagi anak adalah sangat berharga. Jika ada pilihan 1 menit itu digunakan untuk permainan yang menstimulasi seluruh aspek perkembangannya, dengan permainan yang hanya menstimulasi aspek kognitif, saya lebih memilih pilihan pertama.

Menjadi prinsip bagi saya memperkenalkan terlebih dahulu permainan yang sifatnya berkelompok, daripada permainan individual. Secerdas apapun permainan individual tersebut. Secanggih apapun permainan individual tersebut. Biarlah anak bermain bebas bersama teman-temannya terlebih dahulu, hingga kelak, jikakalau ia mengenal permainan individual pasif yang menyenangkan, minatnya tidak akan terlalu besar. Karena tubuhnya memintanya untuk lebih bergerak.


Masa kanak-kanak adalah masa singkat. Namun di masa inilah sesungguhnya masa emas untuk mengembangkan seluruh aspek perkembangannya secara seimbang dan optimal. Bukan hanya kognitif, tetapi juga motorik, bahasa, sosial dan emosinya. Kapan lagi seseorang ingin balapan lari dengan teman-temannya, dengan penuh kesenangan, keceriaan, bukan karena kompetisi yang membebani? Kapan lagi seseorang tidak malu bermain petak jongkok, petak umpet, dan lain sebagainya. Masa kanak-kanak adalah masa emas untuk mengembangkan motoriknya. Motorik mempengaruhi banyak hal dalam perkembangan jiwa anak. Ia tumbuh menjadi sosok yang percaya diri, dan memudahkannya dalam beradaptasi di lingkungan sosial.

Di usia kanak-kanak inilah anak mulai belajar untuk berkomunikasi, untuk mendengar temannya dengan penuh keceriaan, tanpa manipulasi. Anak belajar jujur dalam bersikap. Karena teman-temannya yang masih kanak-kanak, sama-sama masih memiliki jiwa yang suci. Naluri mereka akan mengetahui siapa teman yang santun, pandai berkomunikasi dan enak diajak berteman. Anak menjadi belajar diterima dalam lingkungan sosial.

Masa emas yang jangan sampai terlewatkan karena buahnya ingin kita petik di masa depan. Sosok dewasa yang matang, bukan hanya usianya, tapi juga jiwanya. Bukan hanya pintar secara akademik, tapi juga pintar secara sosial dan emosii.

Comments (0)