Seorang pedagang menjual 6 besek telur asin. Setiap besek berisi 10 butir telur. Ibu membeli 2 besek. Sisa telur di pedagang itu adalah ... butir.Soal di atas, saya ambil dari sebuah buku kumpulan soal, sebagai latihan soal untuk Akmal. Ketika saya mengambil soal tersebut, saya tidak terlalu memperhatikan kalimat detilnya.
Soal itu saya berikan begitu saja pada Akmal, tanpa saya ubah sedikitpun. Akmal terdiam, berusaha mencerna soal itu. Ya, seperti biasa ia masih memerlukan waktu untuk mencerna sebuah soal cerita.
"Besek itu apa, Bu?" tanya Akmal.
Hoo iya yaaa....besek...hari gini ada kosa kata besek, sepertinyanya kurang lazim didengar anak, terutama dia.
"Emm, besek itu, seperti keranjang atau wadah gitu Mas..."
"Ooo"
Akmal masih terdiam... sepertinya belum mengerti maksud soal.
"Digambar aja yuk, Mas. Begini...." Saya coba ilustrasikan soal cerita tersebut menjadi gambar. Lalu kami bersama-sama mengerjakan soal tersebut.
Beberapa kali saya menemukan kejadian seperti di atas. Saat Akmal terpaku pada soal cerita, karena ia tidak paham terhadap soalnya. Bukan sekedar jalan ceritanya, bisa jadi sejak memahami arti kata perkata.
Pernah juga saya menemukan hambatan yang sama, saat mendampingi seorang anak yang sedang mengerjakan soal. Ketika itu ia sedang mengerjakan soal matematika: Tuliskan bilangan di antara 25 sampai 32!
Persoalan matematika ini direspon oleh anak tersebut dengan bertanya "
di antara itu apa, Bu?"
Jadi bagaimana dia bisa mengerjakan, kalau kata perkata dari soal tersebut ada yang belum paham.
Kali lain, ketika anak diberi soal: Tuliskan sifat benda padat!, direspon dengan pertanyaan "Sifat itu apa, Bu?"
Mungkin ada anak yang cukup dengan membaca buku, lalu menghafal sifat-sifat suatu benda, ia akan menuliskan jawabannya. Terlepas dari memahami arti kata "sifat". Tapi untuk sebagian anak yang perlu ilustrasi atau deskripsi yang detil dari sebuat bacaan, akan terhenti pada sebuah arti kata.
Ketika seorang anak tidak bisa menjawab, hal yang perlu di cek oleh kita adalah, pemahaman bacaannya. Sudahkah ia memahami arti kata perkata yang ia baca.
Permasalahan pemahaman bacaan inilah yang sekarang kerap kali saya temui saat ini, kebetulan saya menemukannya pada anak-anak sekolah dasar. Belum pernah melakukan riset, berapa banyak yang mengalaminya. Namun terlepas dari sedikit atau banyak masalah ini terjadi, masalah ini tetap menarik bagi saya.
Apa yang kurang dalam pengajaran membaca yang mereka alami? Kenapa mereka kurang memahami makna dari bacaan yang mereka baca? Kenapa lama kelamaan mereka semakin malas membaca? Hal yang kerap kali dikeluhkan oleh para guru.
Apa yang kurang? Padahal anak-anak sekarang lebih cepat belajar membaca. Dari sejak pra sekolah mereka sudah belajar dan bisa membaca.
Anak pra sekolah saat ini dtuntut untuk segera bisa membaca. Tak bisa dipungkiri kemampuan ini menjadi mutlak perlu dikuasai karena sedikit sekolah yang memberi peluang bagi anak yang belum bisa membaca, untuk belajar membaca di kelas 1.
Jika kita berjalan-jalan di toko buku, maka kita akan menemukan berderet-deret buku tentang cara cepat mengajarkan membaca pada anak. Judulnyapun begitu menggoda. Lupa bagaimana detilnya, yang pasti menjanjikan anak bisa membaca dalam waktu singkat.
Menghafal huruf dilewati, langsung pada membaca dua suku kata seperti ba, bi, bu, be, bo. Seakan dianggap menghafal huruf tidaklah perlu dan sayang waktu jika digunakan untuk menghafal huruf. Jika kita buka lagi lembaran buku tersebut, mungkin ada buku yang langsung saja menampilkan sederet suku kata untuk dibaca, tanpa menampilkan hubungan antara suku kata tersebut dengan kata-kata yang lazim ia temui sehari-hari. Yang dikejar oleh sang buku adalah kemampuan anak membaca suku kata.
Sangat disayangkan ketika anak belajar membaca tanpa diperkenalkan pada konteks. Padahal belajar membaca, selain belajar merangkai huruf menjadi kata, juga perlu diiringi dengan pehaman makna huruf, kata dan kalimat. Bahwa b adalah awal dari kata bola. Kata "bola" adalah representasi dari benda bulat yang biasa dipakai bermain dengan cara ditendang dengan menggunakan kaki.
Mengapa menghubungkan huruf dengan kata, menghubungkan kata yang tercetak di kertas dengan benda di sekitar menjadi penting? Karena membaca bukan hanya sekedar membaca kata, tapi juga memaknakan kata.
Belajar membaca perlu diiringi dengan memperkaya lingkungan bahasa pada anak. Banyak mengajaknya berbicara, membacakan buku, memperdengarkan cerita, dan aktivitas-aktivitas lain yang berhubungan dengan kata (bahasa).
Semakin banyak kosa kata yang anak kuasai, semakin mudah ia memaknakan suatu bacaan. Mengajarkan membaca kata perkata, namun menempatkan anak pada lingkungan yang miskin bahasa, hanya akan membuat ia bisa membaca namun kurang memahami makna bacaan. Hal ini akan menjadi hambatan pada anak saat membaca buku pelajarannya, atau membaca persoalan tertulis yang ia terima kelak di sekolah dasar.
Oleh karena itu, saya mencoba berbagi beberapa langkah belajar membaca berikut ini. Langkah-langkah ini terformulasi hanya berdasarkan pengalaman bukan berdasarkan riset atau ilmu yang mencukupi. Namun mudah-mudahan ada manfaatnya.
Pertama, yang perlu dilakukan adalah memperkaya lingkungan dengan bahasa. Mengajak anak untuk berinteraksi, bermain bersama, sambil berbincang-bincang dengan hangat, adalah salah satu upaya yang mudah untuk memperkaya lingkungan dengan bahasa. Membacakannya buku cerita saat anak belum bisa membaca, membuat anak bisa memiliki pengetahuan yang kaya akan kosa kata, tanpa harus menunggunya bisa membaca. Mendengarkan cerita akan membuatnya semakin senang berbahasa. Kosa kata adalah kunci bagi anak untuk memahami isi bacaan.
Kedua, memahami bahwa kata yang tercetak dalam buku adalah kata-kata yang lazim ia dengar. Anak memahami bahwa kata yang sering ia dengar, bisa ditulis atau dicetak dalam sebuah buku. Lebih jauh, anak mengetahui dengan membaca kata-kata dalam buku, anak akan mengetahui lebih banyak tentang suatu hal. Ooo..ternyata kura-kura yang menarik untuk dipelihara itu, kalau ditulis...tulisannya begitu ya? Ooo ternyata kalau membaca buku tentang kura-kura, jadi tahu lebih banyak tentang kura-kura. Membaca menjadi aktivitas yang mengasyikkan. Anak menjadi memiliki minat yang tinggi terhadap aktivitas membaca. Minat bisa dikatakan lebih penting dari sekedar bisa. Betapa banyak orang yang bisa membaca, namun tak berminat membaca. Hasilnya tentu berbeda antara orang yang sekedar bisa membaca dengan orang yang memiliki minat tinggi untuk membaca. Minat dapat ditumbuhkan tanpa perlu menunggu kemampuan membaca terkuasai.
Ketiga, memahami arti huruf hingga memahami makna kata yang ia baca. Apa hubungan huruf dengan kata? Bahwa b adalah awal dari kata bola. Bahwa kata bola terdiri dari beberapa huruf. Bahwa kata bola adalah representasi dari benda bola yang sering ia lihat. Sehingga anak memahami manfaat dari huruf dan kata, aktivitas membaca menjadi bermakna. Bayangkan ketika anak di minta membaca rangakaian suku kata bici (kata yang terdapat di buku belajar membaca, saat anak belajar membaca suku kata dan bi dan ci). Apakah bici itu? Apa maknanya? Adakah anak yang bernama bici, atau benda bici? Belajar membaca dengan merangkai suku kata menjadi kata yang tidak lazim didengar, bisa menjadi aktivitas yang aneh bagi anak yang kritis.
Keempat dan selanjutnya barulah belajar teknik membaca. Merangkai kata menjadi suku kata, merangkai suku kata menjadi kata. Merangkai kata menjadi kalimat.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan anak bukan sekedar membaca dengan cara hafal huruf atau hafal kata, tetapi juga karena mengerti arti bacaan yang sedang ia baca. Pendampingan tentunya tetap diperlukan agar anak dapat memahami bacaannya dengan tepat.