Label:

Konon angka perceraian di Indonesia meningkat luar biasa. Entahlah apa yang menyebabkannya. Apakah karena wanita saat ini lebih mandiri, sehingga kapan saja ia merasa perlu melepas pasangannya, ia dapat segera melakukannya? Ataukah kemampuan para suami untuk berkomunikasi dengan baik pada pasangan semakin berkurang? Atau begitu banyaknya godaan di luar sana, karena pergaulan yang semakin permisif antara pria dan wanita? Atau keliru memilih?Karena begitu banyak pasangan yang bercerai dengan alasan: tidak cocok.

Mungkin masih banyak penyebab lain, tapi saya sedang tertarik pada alasan yang terakhir saya sebutkan. Tidak cocok. Menarik! Kenapa saya tertarik? Karena terus terang saya penasaran, bagaimana ketidakcocokan itu muncul? Apakah sejak pertama kali mengenalnya, di awal pernikahan atau di tengah jalan pernikahan?

Jika mengenal ketidakcocokan di awal, kenapa menikah? Hmmm....bisa jadi karena ketika sebelum menikah ketidakcocokan itu tidak disadari.....artinya keliru mengenal pasangan!

Ya, begitu banyak pasangan yang tidak menyadari bahwa antara dia dan pasangan mengalami ketidakcocokan yang sangat prinsip, bisa jadi karena ketika masa perkenalan, memang tidak dibicarakan hal-hal yang penting untuk dibicarakan, lebih banyak ngaler ngidul nggak karuan, atau lebih banyak membicarakan hal-hal romantis, daripada hal yang prinsip.

Lantas, bagaimanakah cara kita mengenal pasangan sebelum memutuskan untuk menikahinya?


Pertama, adalah kenalilah diri kita. Siapa kita? Apa yang kita inginkan? Apa yang membuat kita bahagia? Tahukah kita akan hal tersebut? Banyak pasangan yang menikah hanya karena cinta sesaat, bahagia karena rayuan cinta, lalu diterimalah pinangannya. Masalahnya apakah benar, setelah menikah, kita akan tetap bahagia hanya dengan rayuan cinta?

Kebahagiaan sedikit banyak tercipta dari terpenuhinya kebutuhan kita. Menurut Maslow, kebutuhan ada 5 tingkatan.

1. Kebutuhan Fisiologis
Contohnya adalah : Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.

2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
Contoh seperti : Bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya.

3. Kebutuhan Sosial
Misalnya adalah : memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.

4. Kebutuhan Penghargaan
Contoh : pujian, hadiah, dan lain-lain

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Adalah kebutuhan dan keinginan untuk bertindak sesuai dengan bakat dan minatnya


Dimanakah kita berada? Apakah pasangan kita dapat memenuhi kebutuhan tersebut?

Jadi teringat pada masa-masa ta'aruf. Ketika itu saya menyadari bahwa rasa aman dan cinta adalah kebutuhan bagi saya. Saya tidak bisa hidup dengan pasangan yang terus menerus "meneror" saya dengan kemarahan. Saya mendambakan pasangan yang lembut dalam bertutur, dan sabar dalam mendidik. Saya tidak mau hidup dengan pasangan yang kasar dan mengancam saya. Maka saya mencari informasi tentang ini, sebelum saya memutuskan untuk menikah.

Hal lain, bagi saya beraktualisasi diri, juga adalah kebutuhan. Hanya dengan pemahaman bahwa seorang istri itu sebaik-baiknya berada di rumah, maka saya sudah membuat formula bagaimana saya bisa beraktualisasi diri dari rumah. Rumah adalah pusat aktivitas saya. Namun tentunya hal ini tetap memerlukan dukungan dari pasangan. Maka saya mengecek bagaimana kesiapan pasangan untuk mendukung niatan tersebut.

Kenali dan kenali terus kebutuhan kita. Kadang suatu pernikahan tidak mencapai kebahagiaan karena ketidaksesuaian antara kebutuhan dengan pemenuhan kebutuhan. Istri senang dicurhati, suami tidak pernah curhat. Istri senang bercanda, suami serius sekali.

Semakin banyak kita mengenali kebutuhan-kebutuhan tersebut, tentu semakin banyak yang akan kita cek, kita tanyakan pada sabahat dan keluarganya, tentu dengan cara-cara yang cerdas, supaya calon pasangan kita tidak kabur:P

Kedua, bagaimana pengalaman dan pemahaman agamanya? Saat ini banyak sekali pemahaman-pemahanan yang nyeleneh dan aneh. Tentu kita akan sulit berdampingan dengan pasangan yang pemahamannya berbeda dengan kita. Karena agama adalah hal yang prinsip, yang akan mewarnai segala hal, baik ibadah maupun dalam keseharian. Mengetahui ustadz siapa yang sering menjadi tempat calon pasangan mencari ilmu, buku apa yang sering dijadikan rujukan oleh calon pasangan, dapat memberikan gambaran kepada kita bagaimana pemahamannya. Diskusi hal yang prinsip dari mulai pemahaman akidah, cara sholat sampai isu-isu kontemporer, juga baik untuk dilakukan.

Ketiga, bagaimana keluarganya? Kepribadian seseorang, sebagian besar terbentuk di masa kecilnya. Masa kecil berarti tercermin dari seperti apakah keluarganya? Apakah keluarga yang over convident sehingga tercipta calon pasangan yang dominan? Apakah keluarga yang permisif sehingga tercipta calon pasangan yang lebih mencari hak daripada menjalankan tanggungjawab? Apakah keluarga yang otoriter sehingga tercipta calon pasangan yang kurang inisiatif dan miskin kemampuan berkomunikasi? Walau tidak menutup mata bahwa di tengah perjalanan kehidupan, seseorang bisa berubah, karena adanya hidayah. Tapi melihat bagaimanakah pola asuh yang secara umum terjadi dalam keluarga tersebut, akan memberikan pemahaman kepada kita, seperti apakah sosok pasangan kita tersebut.

Keempat, seperti apakah sifat-sifat kita? Seperti apakah sifat pasangan kita? Apakah bisa hidup bersama?

Kelima, seperti apakah visi dan misi hidup calon pasangan ke depan? Apakah visi dan misi tersebut kita sukai? Apakah kelak kita akan dapat mendukungnya? Apakah sesuai dengan visi dan misi hidup kita?

Phew...banyak sekali ya...yang perlu dikenali, apa nggak BT tuh calon pasangan kita. Hehe, teringat pada berlembar-lembar surat perkenalan saya kepada calon suami, plus rentetan pertanyaan yang saya berikan pada calon suami. Alhamdulillah waktu itu ia mau menjawabnya, dengan baik.

Kami tidak pacaran, kami hanya ta'aruf selama tujuh hari. Tujuh hari yang melelahkan karena harus membicarakan hal-hal yang berat. Setiap harinya mengalami H2C (harap-harap cemas) yang amat sangat. Alhamdulillah tujuh hari yang melelahkan itu, terus membawa manfaat positif hingga kini.

---

Apakah pasangan akan menikah hanya jika dia cocok 100%? Bisa ya, bisa tidak, tergantung Anda? Yang saya alami adalah menilai apakah ketidak cocokan itu masih bisa saya hadapi atau tidak? Karena tentu sulit menemukan yang 100% sesuai dengan keinginan hati.

Semoga tulisan ini menambah semangat bagi Anda yang sedang mengenali pasangannya. Bukan menambah kebingungan yang sedang Anda rasakan:)

Comment (1)

Assalamu'alaikum, Teh,,,
Salam kenal,,,
Izin kopas ya.... ;)