Label:

Ketika kita dilamar oleh calon suami, duh rasanya seperti terbang ke langit, bahagiaaaaa banget. Sejuta cita-cita digantungkan juga di langit…hmmm. Menikah, lalu punya anak, wiiih bahagia banget deh kebanyangnya.

Hari pernikahan tiba, bener loh ternyata bahagia banget. Apalagi sebulan setelah menikah, Alhamdulillah langsung positif hamil, benar-benar nikmat yang tak terkira, benar-benar luar biasa, bahagia.

Setelah anak pertama lahir, banyak sekali tamu yang berdatangan, mengucapkan selamat,lagi-lagi rasa bahagia itu menyelusup dalam jiwa. Apalagi Alhamdulillah bisa juga menyusui setelah berusaha keras karena tidak tahu bagaimana caranya, bahagia melihatnya menghisap ASI dengan semangat. Lega rasanya, bahagia karena haknya tertunaikan.

Memasuki bulan-bulan berikutnya, senang sekali melihat perkembangannya. Tengkurap pertamanya, duduk pertamanya, merangkak dan berjalan, tak lama kemudian ia bicara. Alhamdulillah…bahagia melihatnya.

Dua tahun pertama rasanya “mudah” menjadi ibu, memasuki tahun kedua…eng…ing…eng…pfhh ternyata perlu energi yang cukup besar untuk “bahagia” menjadi seorang ibu. Temper tantrum, merengek, memaksa, cerewet, mengacak-ngacak rumah,nggak mau diatur, melawan,dan lain sebagainya-dan lain sebagainya bisa bikin kita takjub plus stress. Ditambah tugas kita sebagai istri dan ibu yang kebanyakan multitasking penuh tuntutan dan miskin penghargaan, gubrak dah, ternyata “tidak mudah” menjadi ibu. (Deu buat yang belum jadi ibu, jangan ngeper ye…ntar kan dikasih tips-tips untuk melewati masa-masa seperti ini, he3 sok tau juga nih

Ketika kita misalnya merasa kelelahan, tertekan, dan sering BT, harus segera ditangani donk. Jangan dibiarkan bisa blunder,…anak-anak bisa kena damprat padahal nggak salah-salah amat. Kebutuhan-kebutuhan mereka juga sering jadi terbengkalai.

Bagaimana caranya?
1. Menyadari kalo kita sedang tidak nyaman dan kenapa sampe tidak nyaman. Apakah bosan dengan rutinitas, terlalu lelah, kurang waktu akan diri sendiri, atau bermasalah dengan suami, atau malah ternyata sedang kurang sehat? Hmm, temukan akar permasalahannya
2. Setelah ketemu akarnya, pikirkan donk bagaimana solusinya. Jenuh berarti bikin variasi aktivitas. Jadwal aktivitas kita setiap harinya kan nggak mesti sama. Bisa kita tukar-tukar, atau kita hilangkan, diganti dengan aktivitas yang lain. Biasanya OL malam, sekali-kali OL siang-siang, atau biasa baca buku malam ya sekali-kali siang dipakai baca, rumah terlihat absurd karena diporak poranda anak-anak, nyantei aja lagi, sekali-kali aja kok.
3. Rencanakan cara untuk memanjakan diri sendiri. Kalau saya kadang mulai dengan hal yang sederhana seperti mandi dengan air hangat, hmm lumayan loh buat relaksasi, atau tidur siang bareng anak-anak, setrikaan numpuk, ya sekali-kali nggak apa-apa kan bisa dikerjakan besok. Luangkan waktu untuk santai sejenak…
4. Setelah kita charge energi, waktunya kita untuk merenung sejenak. Memberikan Nilai (value) pada apa yang sedang kita lakukan sekarang, Ketika kita merasa aktivitas kita memiliki Nilai, kita secara fitrah akan merasa bahagia, ya tidak? Di rumah bukan berarti tidak ada ruang untuk aktualisasi diri. Mengasuh anak sebenarnya adalah investasi kita dunia dan akhirat, kalau kita kesulitan untuk memberikan nilai positif terhadap aktivitas mengasuh anak, baca atikel atau buku yang mendukung hal ini, dijamin deh mak nyess, hati akan menjadi lembut,karena kita merasa bahagia kita masih diberi kesempatan untuk menunaikan amanah ini. Kalo masih kurang mak nyess, cari lagi bacaan tentang pasangan yang masih kesulitan memperoleh buah hati atau kehilangan buah hati. Dijamin deh kita akan merasa bermakna kembali. Kalo berminat dan memungkinkan, isi hari-hari kita dengan aktivitas lainnya yang bermakna bagi diri kita, misalnya aktivitas sosial. Jika kita merasa hidup kita bermakna, kita akan bahagia, Insyaa Allah
5. Ciptakan lingkungan yang mendukung.
Bicarakan dengan pasangan, apa yang sedang kita alami, dan dukungan seperti apa yang kita perlukan dari mereka. Bukan hanya dukungan psikologis loh,kalo memang merasa perlu dukungan secara fisik juga dikomunikasikan. Misal kita akan merasa teringankan sekali,jika suami membantu memandikan anak-anak. Bicarakan….bicarakan…kenali apa kebutuhan kita dan komunikasikan, seperti halnya pasangan juga ketika ada kebutuhan mengkomunikasikannya pada kita. Maksudnya ibu juga punya hak loh untuk meminta Ayah untuk membantu memenuhi kebutuhannya.
Tidak hanya pasangan, anak-anak juga bisa diminta dukungannya. Komunikasikan secara baik-baik pada anak misalnya ketika kita memerlukan waktu untuk istirahat, atau perlu waktu untuk diri sendiri, dengan bahasa sederhana tentu saja. Jika perlu dukungan secara fisik (yang wajar), bisa dikomunikasikan juga. Misal meminta mereka untuk membantu membereskan rumah. Jangan heran kalo ternyata kemampuan mereka membantu kita akan menimbulkan kebanggan pada diri mereka, kenapa?karena mereka menjadi merasa bermakna, selama kita berkomunikasi dengan cara yang enak bukan menyuruh sambil marah-marah, coba aja deh…
6. Menyadari bahwa kemampuan kita mengelola emosi ini akan menjadi contoh bagi anak-anak kita. So, semangat ya, jangan biarkan emosi kita terlunta-lunta, terabaikan dan tak terurus. Anak akan melihat bagaimana emosi yang sedang melekat pada kita. Anak saya tuh tau kalo saya cape saya akan lebih cepat terpancing untuk marah. Jangan heran deh kalo anak saya juga cepat terpancing marah kalo lagi cape. Tapi dengan membiasakan mengelola emosi dengan baik, ternyata anak juga menirunya loh. Kita adalah role model demikian pula dalam area Emotional Intellegence. Baik buruknya EI kita, akan mempengaruhi EInya anak-anak, so berusahalah….latihlah kemampuan kita mengelola emosi.


Begitu deh, semoga bermanfaat ya dan kita jadi bahagia selalu. Kalau ada yang mau menambahkan, silakan loh, ditunggu...

Kebahagian kita sebagai seorang ibu ini menjadi sangat penting karena ketika kita bahagia, anak akan bahagia juga. Anak bahagia? Bukankah itu yang kita harapkan.

Coba deh kita ingat-ingat ya bagaimana pengasuhan kita ketika kita bahagia dengan ketika kita lagi BT...hemm sungguh berbeda bukan? Kalo anak ngambek, kita lagi BT kita akan ngomel panjang lebar, tapi kalo kita lagi bahagia? Kita akan memeluknya dengan hangat dan berkomunikasi dengan penuh cinta.

Happy Mom, Happy Children

Tetap semangat!

Comment (1)

Halo, mbak lita. kenalkan nama saya Lita :) . Saya suka deh nama mbak... hehe...
belakangan ini saya sering bgt marah tak terkendali pada anak saya,yang baru satu dan baru berumur 2,5 thn. Kasihan bgt jadinya.
Gimana ya biar bisa mengendalikan emosi secara sehat?
Makasih sebelumnya.