Wednesday, January 06, 2010 16:41
Label: Pendidikan dan Pengasuhan
Cobalah jika kita luang, mengamati anak usia 2 tahunan. Ada kebiasaan baru yang terdengar lucu dan menggemaskan. Anak 2 tahun mulai mengatakan "tidak" untuk segala hal. Sepertinya senang sekali dia berkata "tidak".
Saat bertemu dengan kejadian tersebut, kita sebagai orangtua yang anaknya baru menambah kosa kata baru, biasanya sama senangnya dengan anak. Kita tersenyum atau tertawa saat anak kita bisa berkata demikian.
Namun seiring waktu kata "tidak" mulai menyebalkan:P..."tidak" berarti membantah, dan kita atau saya sebagai orangtua merasa tidak suka dibantah. Mulai deh berasap dan bertanduk, saat mendengar anak berkata "tidak' atau membantah.
"Udahlah nurut gitu kalo dibilangin, bantah aja...dibilangin apa-apa...bantah aja" ngomel-ngomel deh....
Huff...padahal kalau direnungkan, dikuasainya kata "tidak' oleh si kecil, atau sikap membantahnya anak adalah anugrah yang sangat bermanfaat bagi anak di masa depan.
Bayangkan dengan semrawutnya kondisi lingkungan sosial, maraknya bullying, seks bebas, narkoba, ajaran sesat, dan lain sebagainya. Mampu berkata "tidak" adalah hal yang mutlak diperlukan. Betul?
Jika kita sepakat bahwa berkata "Tidak" adalah skill yang harus juga dikuasai anak, maka marilah kita mulai hari ini dengan menghargai kata "tidak" atau bantahan-bantahan yang anak berikan.
Caranya:
Pertama, jangan terpancing dengan bantahan anak sehingga marah. Membantah bagi anak, hanyalah cara bagi dia untuk mengeluarkan pendapat. Janganlah menjadi figur otoritas yang menyebalkan dan menakutkan bagi anak. Dari kitalah orangtua, anak akan belajar bersikap pada oranglain terutama pada figur-figur otoritas yang kelak dia temui, seperti guru, dosen, atasan, dan lain sebagainya.
Kedua, refleksikan pendapatnya. "Baik, menurutmu lebih baik kita....". Hal ini akan membuat dia tahu bahwa pendapatnya didengar.
Ketiga, bertanyalah mengenai pendapatnya dengan lebih jelas, diskusikan positif dan negatif dari pendapatnya. Pergunakan komunikasi untuk menyelesaikan perbedaan pendapat antara kita dan anak.
Keempat, jika permasalahan sudah selesai, segeralah untuk memberi tips bagaimana mengemukakan pendapat yang jelas, tapi tidak memancing emosi marah orang yang mendengarnya. "Nak katakanlah, ma'af sebelum kamu menyatakan pendapat yang berbeda dengan orang lain, misalnya: bu, ma'af menurut saya lebih baik...., hal ini akan membuat pendapatmu lebih enak didengar"
Fiuh...masih jauh antara teori dengan praktek, tapi daripada nggak punya teorinya sama sekali kan? Hasilnya bakalan lebih parah:))
Saat bertemu dengan kejadian tersebut, kita sebagai orangtua yang anaknya baru menambah kosa kata baru, biasanya sama senangnya dengan anak. Kita tersenyum atau tertawa saat anak kita bisa berkata demikian.
Namun seiring waktu kata "tidak" mulai menyebalkan:P..."tidak" berarti membantah, dan kita atau saya sebagai orangtua merasa tidak suka dibantah. Mulai deh berasap dan bertanduk, saat mendengar anak berkata "tidak' atau membantah.
"Udahlah nurut gitu kalo dibilangin, bantah aja...dibilangin apa-apa...bantah aja" ngomel-ngomel deh....
Huff...padahal kalau direnungkan, dikuasainya kata "tidak' oleh si kecil, atau sikap membantahnya anak adalah anugrah yang sangat bermanfaat bagi anak di masa depan.
Bayangkan dengan semrawutnya kondisi lingkungan sosial, maraknya bullying, seks bebas, narkoba, ajaran sesat, dan lain sebagainya. Mampu berkata "tidak" adalah hal yang mutlak diperlukan. Betul?
Jika kita sepakat bahwa berkata "Tidak" adalah skill yang harus juga dikuasai anak, maka marilah kita mulai hari ini dengan menghargai kata "tidak" atau bantahan-bantahan yang anak berikan.
Caranya:
Pertama, jangan terpancing dengan bantahan anak sehingga marah. Membantah bagi anak, hanyalah cara bagi dia untuk mengeluarkan pendapat. Janganlah menjadi figur otoritas yang menyebalkan dan menakutkan bagi anak. Dari kitalah orangtua, anak akan belajar bersikap pada oranglain terutama pada figur-figur otoritas yang kelak dia temui, seperti guru, dosen, atasan, dan lain sebagainya.
Kedua, refleksikan pendapatnya. "Baik, menurutmu lebih baik kita....". Hal ini akan membuat dia tahu bahwa pendapatnya didengar.
Ketiga, bertanyalah mengenai pendapatnya dengan lebih jelas, diskusikan positif dan negatif dari pendapatnya. Pergunakan komunikasi untuk menyelesaikan perbedaan pendapat antara kita dan anak.
Keempat, jika permasalahan sudah selesai, segeralah untuk memberi tips bagaimana mengemukakan pendapat yang jelas, tapi tidak memancing emosi marah orang yang mendengarnya. "Nak katakanlah, ma'af sebelum kamu menyatakan pendapat yang berbeda dengan orang lain, misalnya: bu, ma'af menurut saya lebih baik...., hal ini akan membuat pendapatmu lebih enak didengar"
Fiuh...masih jauh antara teori dengan praktek, tapi daripada nggak punya teorinya sama sekali kan? Hasilnya bakalan lebih parah:))
Comments (0)
Post a Comment