Label: ,

Saya diasuh oleh seorang full time mother (istilah ibu-ibu jaman sekarang, memang ada ya ibu yang nggak full time?). Setiap pulang sekolah, saya selalu disambut dengan kesiapan ibu untuk mendengarkan celoteh saya dan sepiring kudapan.

NIkmatnya memiliki ibu yang selalu di rumah, membuat saya dari sejak SMP, ketika masa-masa menciptakan identitas diri itu, bercita-cita untuk menjadi ibu seperti ibu saya, selalu berada di rumah.

Setelah menikah, ternyata tidak mudah untuk mewujudkan cita-cita itu. Ada rasa yang hilang, saat hanya di rumah. Saya yang terbiasa hanya belajar akademik dan berorganisasi plus tidak dilatih untuk mengelola urusan domestik rumah tangga, perlu waktu yang cukup untuk beradaptasi dengan urusan domestik rumah tangga.

Jenuh ternyata, dengan pekerjaan domestik yang tidak selesai-selesai. Saya pun akhirnya menyerah. Saya merasa perlu asisten rumah tangga. Berbeda dengan ibu saya, yang selalu teku membereskan urusan domestik, saya orangnya cepat bosan. Fiuh

Setelah memiliki asisten rumah tangga, dan anak-anak yang cukup besar. Waktu luang sebenarnya sangat banyak. Di sisi lain, ada fenomena baru yang dulu tidak pernah saya bayangkan. Fenomena dunia maya.

Pertama kali dunia maya, saya kenal ketika musim ta'aruf, email untuk saling berkenalan dengan calon pasangan. Setelah beberapa tahun menikah, saya mengenal blog. Suami yang kebetulan melek teknologi, banyak memperkenalkan saya dengan dunia maya ini.

Saya mulai mengenali blog, dan tertarik dengannya, apalagi setelah membaca blog sahabat saya Ier, yang mengalir, dan membuat saya bahagia membacanya. Seakan-akan saya berada di dekatnya, dan mengikuti semua pengalaman kesehariannya.

Lalu mulailah saya blog walking, dan mulai menulis di blog. Tulisan saya kebanyakan serius tentang psikologi, heu...heu...padahal pengetahuan kepsikologian saya sangat minim, tetapi hanya itu mungkin yang waktu itu sanggup saya tuliskan.

Beberapa tahun kemudian, ramailah dunia maya dengan fesbuk. Fesbuk ternyata cukup, melenakan saya. Banyak waktu yang saya buang, untuk sekedar buka status teman-teman. Apalagi waktu itu saya baru bertemu dengan teman-teman sekolah, kuliah, dan lain sebagainya. Bahkan melalui fesbuk, saya menjadi dekat sekali dengan teman ketika SMP, Rena. Waktu SMP, yang saya sok serius belajar, boro-boro saya bisa mengenalnya dengan dekat, dan berbicara terbuka apa adanya. Justru setelah berfesbuk rialah,saya bisa lebih dekat dengannya.

Dumia maya, membuat saya mengenal satu komunitas usaha, diawali dengan bisnis smart, lalu suami memperkenalkan satu komunitas lagi yang kata suami, kayaknya lebih seru, tapi membershipnya terbatas, Tangan Di Aras.

Saya mulai membaca email-email dari milist Tangan Di Atas ini, sekitar 4 tahun lalu. Luar biasa! Saya mengenal orang-orang yang memulai usahanya dari nol sampai sekarang mereka sangat enjoy dengan usahanya.

Melalui komunitas inilah, saya dan suami tumbuh semangat untuk memiliki usaha sendiri. Kami yang mulai berusaha memiliki usaha sendiri sejak menikah, dan pernah melakukan hal-hal 'gila' saat itu, kembali ingin berusaha setelah sebelumnya tidak terpikir untuk membangun usaha kembali, karena merasa mentok.

Semangat kami dapat, tetapi secara teknis kami tidak tahu apa-apa. Akhirnya memang trial 'n error yang kami lalui. Trial 'n error ini ternyata memakan cost yang cukup banyak. Di awal sih kami niat, ya namanya juga belaja. Tetapi di akhir-akhir kami pikir, sayang juga yaaa...secara kalau kami tabung.., kami sudah bisa hidup lebih layak.

Fiuh, akhirnya kami pundung kembali, dan tidak membangun usaha lagi. Tetapi ternyata rasa penasaran itu kembali ada. Kami mulai mengenal Toko Online, dan kami coba buat. Ternyata hasilnya cukup menggembirakan. Sekian ratus pcs produku bisa kami jual, dalam waktu sebulan jelang lebaran. Semangat lagiii.

Eh ternyata bertahun-tahun, toko ini lajunya saya rasa lambat. Penjualan berjalan baik, tapi stabil, tidak ada peningkatan. Saya yang moody, mulai merasa bosan. Sampai akhirnya komunitas TDA semakin berkembang ke wilayah-wilayah termasuk Depok. Di sinilah saya kembali bergabung dan bisa bertemu secara nyata dengan rekan-rekan TDA Depok.
Sayang, saya lebih banyak mendengar, dan menonton keberhasilan rekan-rekan. Sedikit saja yang saya praktekkan. Kebetulan saya juga sedang hamil yang ketiga,dan seperti biasa, saya cukup manja dengan kehamilan ini.

Di tahun yang sama, minat saya terhadap topik-topik dan edukasi mengenai pengasuhan semakin menguat. Terlebih setelah saya memiliki kesempatan untuk terlibat dalam sebuah sistem sekolah. Sehingga saya memiliki dua sisi yang dijalani, tentu dengan sisi-sisi lain yang juga sudah pasti saya jalani (sebagai istri dan ibu). Sisi yang pertama, sisi usaha. Sisi yang kedua, sisi minat di dunia parenting.

Dua sisi ini sangat menarik, tetapi terus terang kepuasan batin ketika bergelut di masalah parenting ini,jauh sangat terasa ketika menjalani toko online. Saat saya menulis tentang dunia parenting, lalu bertemu dengan parents untuk sharing, rasanya benar-benar bahagia. Di sisi ini juga, saya belajar kembali. Membaca kembali, untuk kemudian menulis.

Saya menjadi gamang, mana yang akan saya jalani. Fokus atau keduanya.

Dari ilmu-ilmu yang saya peroleh di TDA Depok, saya menyadari bahwa bagaimanapun saya sudah berusaha memuaskan pelanggan, sebenarnya saya sangat pasif, dalam arti tidak berusaha untuk memperoleh pelanggan yang lebih banyak lagi. Dengan kata lain, saya belum serius untuk menjalankan usaha ini. Menyadari hal tersebut, saya mulai berpikir, apakah ketidak seriusan saya, memperoleh pelanggan yang lebih banyak lagi ini, artinya saya tidak berminat untuk menjalaninya?

Sampai akhirnya saya bertemu dengan sahabat, yang sahabat ini pun saya kenal belakangan. Ketika mereka mengajak saya mengelola sebuah web parenting. Ketika itu semangat saya ada, tapi kemengertian saya yang belum ada. Jadi web itu ya...mandek. Tetapi Alhamdulillah, kami tetap kontak dan saling berbagi cerita.

Saat ini, sahabat saya, Mitha, bersama suaminya, membangun sebuah web, yaitu Ruang Muslim. Alhamdulillah,saya bisa memperoleh cerita di balik layarnya Ruang Muslim. Dari cerita sahabat saya tersebut, saya merasa mendapat suntikan semangat. Ya, saya tahu sekarang, apa yang membuat hal-hal yan saya bangun lajunya kurang kencang. Ternyata memang saya menjalankan itu semua dengan terlalu banyak perhitungan untung dan rugi. Terlalu banyak perhitungan, membuat usaha-usaha tidak optimal. Dari sahabat saya juga, saya belajar bagaimana mendatangkan visitor web, yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya, harus sampai sebegitunya usaha yang dilakukan.

Senang, saya mendapat suntikan semangat ini, dan jelang kelahiran anak ketika, rasa optimis dan semangat membuncah dalam diri saya. Optimis untuk berbuat lebih baik, berusaha lebih baik. Optimis untuk lebih produktif dari rumah. Seperti yang sudah saya cita-citakan sejak SMP.

Lebih produktif dalam arti punya etos kerja yang tidak terlalu banyak perhitungan untung rugi. Lebih produktif dalam arti lebih banyak berkarya. Dengan titik tekan "dari rumah".
Teknologi sudah sangat membantu saya untuk mewujudkan cita-cita. Dengan segala kenikmatan dan kemudahan yang ada, apalagi yang bisa menghalangi semangat ini.

Produktif dari rumah? BISA!

Comment (1)

hahah..kepotret :D
teh, panjang juga kisahmu ya teh...:|, sampai di titik ini... alhamdulilah...

well, anyway, it's adek bayi time :)